
(foto: Naila Alfi/Bul)
Yogyakarta – Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY), sebuah gelaran budaya Tionghoa yang diadakan di Malioboro, resmi dibuka pada Kamis, 6 Februari 2025. Dengan mengusung tema “Seni dan Budaya Membentuk Karakter Bangsa”, kegiatan tahunan ini berhasil menggaet antusiasme besar dari masyarakat luas. PBTY berlangsung selama tujuh hari berturut-turut dengan berbagai rangkaian acara.
Dalam rangkaian acara tersebut, pertunjukkan yang ditampilkan tidak hanya berasal dari budaya Tionghoa, tetapi juga dari budaya Indonesia. Selain itu, acara ini juga menghadirkan stan-stan UMKM yang menarik masyarakat luas, salah satunya stan makanan yang menjadi tujuan utama banyak orang. Menariknya, stan makanan yang berjejer di sepanjang jalan dikategorikan berdasarkan jenisnya. Stan makanan yang menjual olahan nonhalal ditempatkan di gang tersendiri untuk menghormati pengunjung yang tidak dapat memakan olahan tersebut.
Acara tahunan ini diprakarsai oleh komunitas Jogja Chinese Art and Culture Centre (JCACC) yang merupakan gabungan dari 12 perkumpulan Tionghoa di Yogyakarta. Tidak hanya itu, acara ini juga membuka kesempatan bagi sukarelawan untuk bergabung menjadi panitia. Lianita, salah satu panitia, mengungkapkan bahwa acara tahun ini memiliki antusiasme yang lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya. “Jadi, memang yang kemarin di Budi Abadi itu ditujukan kepada orang-orang yang memang pengen tahu tentang sejarah-sejarahnya. Kalau misal yang di sini kan ada banyak ya, kayak kelompok masyarakatnya, sasarannya di sini ada yang suka kuliner. Jadi, memang lebih banyak yang di sini daripada yang di sana. Cuman kalau misal untuk targetnya memang kita targetkan untuk orang-orang yang memang mau cari tahu tentang sejarahnya, tentang kayak barang-barang yang dulu seperti apa,” jelasnya.
Sementara itu, Grace, salah satu sukarelawan, menyampaikan bahwa acara ini bertujuan memberikan insight kepada masyarakat mengenai bentuk multikulturalisme di Yogyakarta. “Jadi kayak gak cuman di budaya satu doang, banyak juga budayanya, jadi mereka bisa mengenal juga,” tuturnya. Lebih lanjut, Lianita juga menambahkan harapan terkait dampak ekonomi acara ini. “Kalau misal untuk harapan saya sih, mungkin kalau adanya acara ini, semoga memang bisa membantu untuk warga-warga sekitar ini juga untuk menaikkan omset-omset mereka,” ujarnya.
PBTY juga menjadi ajang yang menarik perhatian banyak pengunjung, terutama dengan pertunjukan barongsai dan naga selatan yang telah dinantikan. Vivi dan teman-temannya, yang merupakan penggemar barongsai, mengaku sangat antusias menyaksikan penampilan ini. “Itu barongsainya kan viral, barongsai nomor satu se-Yogyakarta,” ujar Vivi.

(foto: Naila Alfi/Bul)
Tahun ini, pertunjukan lebih modern dan interaktif dibanding sebelumnya. “Musiknya nggak cuma dari tambur, tapi ada remix lagu-lagu viral, jadi lebih seru,” tambahnya. Dengan koreografi yang dinamis dan nuansa musik yang segar, pertunjukan ini sukses mencuri perhatian dan menghadirkan pengalaman baru bagi penonton.
Dari segi kuliner, seperti yang telah dijelaskan di awal, acara ini makin inklusif dengan adanya pemisahan stan makanan halal dan nonhalal. Dengan demikian, pengunjung dari berbagai latar belakang dapat menikmati sajian dengan nyaman. Dibandingkan dengan tahun lalu, acara kali ini lebih meriah dengan jumlah stan yang lebih banyak dan pertunjukan yang lebih menarik.
Selain sebagai hiburan, acara ini juga memiliki nilai budaya yang kuat. Vivi menekankan bahwa acara ini menyatukan masyarakat lintas budaya. “Kita hidup berdampingan dengan komunitas Tionghoa, jadi acara seperti ini penting buat menjaga keharmonisan,” jelasnya. Selain itu, Lianita berharap acara ini dapat menjadi wadah pelestarian budaya. “Jadi harapan saya kedepannya, setiap generasi itu tahu cikal bakal mereka tuh seperti apa, biar sejarah itu nggak luntur atau pudar oleh waktu. Jadi seperti kita yang sudah modern ini biar tahu, sebenarnya dulu tuh ada apa sih, kayak gitu.” ujar Lianita.
Dengan semakin meningkatnya partisipasi masyarakat, PBTY diharapkan terus menjadi ajang yang mempererat keberagaman budaya di Yogyakarta, serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Reporter: Fanny, Nala, Naila Alfi/Bul
Penulis: Nala, Annisa, Irfan/Bul
Editor: Fanny/Bul