Massa Aksi Aliansi Jogja Memanggil menuntut pembatalan PPN 12% di depan Kantor Pajak DIY (Foto : Zulfa Nur/Bul)
Yogyakarta – Kebijakan pemerintah terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat, isu tersebut mencuat setelah munculnya wacana bahwasanya kenaikan akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025. Kenaikan tarif tersebut menuai respons luas di masyarakat, kekhawatiran yang muncul menyoroti dampak kenaikan harga barang dan jasa yang dinilai memberatkan. Pernyataan pemerintah mengenai kebutuhan pokok, layanan kesehatan, dan pendidikan yang dikecualikan dari PPN tidak membuat masyarakat puas, kebingungan terus meluas akibat informasi yang simpang siur di media sosial dan pemberitaan awal. Kondisi tersebut memicu keresahan dan aksi protes di sejumlah daerah, termasuk Yogyakarta.
Sebagai respons atas kebijakan tersebut, Aliansi Jogja Memanggil menggelar Seruan Aksi Serentak yang dilakukan di depan gedung Kantor Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Selasa (31/12). Aksi ini bertujuan menuntut pemerintah Indonesia agar membatalkan kenaikan tarif PPN 12% serta mendorong penerapan PPN 5%. “Kita di sini berusaha supaya pajak bisa diturunkan sehingga tidak ada teriakan-teriakan berikutnya” ungkap salah satu peserta aksi, Siti. Menurutnya, kenaikan pajak akan berimbas pada defisit perusahaan yang mengakibatkan PHK massal. Anggota Organisasi Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia tersebut menambahkan bahwa kenaikan pajak dapat menyebabkan menurunnya produktivitas dan daya beli produk. “Lihat aja nasib masyarakat setelah pajak naik. Semua serba susah.” ungkap Ketua Serikat Buruh, Evi. Mewakili suara buruh, Evi menyatakan bahwa kenaikan pajak ini akan berdampak besar bagi buruh dan berimbas pada meningkatnya jumlah kriminal dan pengagguran.
Kericuhan hampir terjadi di depan Kantor Pajak DIY (Foto : Zulfa Nur/Bul)
Menanggapi aksi tersebut, Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen dan Penyidikan (PPIP), Dwi Haryadi memberikan pembelaan “Sekali lagi saya sampaikan, itu adalah produk undang-undang, produk wakil rakyat kita dengan pemerintah.” Dwi Haryadi menegaskan kepada media, pihak Kantor Pajak DIY akan mencatat dan meneruskan permintaan masyarakat sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan. “Sekali lagi, kami hanya melaksanakan produk politik, kalau di DPR sudah ada kebijakan atau keputusan, kami hanya melaksanakan.” tegasnya sebelum mengakhiri sesi.
Aksi serentak yang dilakukan di berbagai kota ini nampaknya membuahkan hasil. Selasa malam (31/12) selepas aksi dilaksanakan, Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, melakukan keterangan pers. Prabowo Subianto menegaskan bahwa kebijakan kenaikan tarif PPN hanya menyasar barang dan jasa mewah serta tidak akan memengaruhi kebutuhan pokok masyarakat. “Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah, yaitu barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah,” jelas Presiden.
Pengumuman oleh Presiden kemudian diperkuat dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 pada hari yang sama, yang menjadi dasar hukum pemberlakuan tarif PPN 12%. PMK tersebut mengatur bahwa barang-barang yang termasuk kategori mewah, seperti kendaraan mewah, properti kelas atas, dan barang konsumsi eksklusif menjadi subjek pengenaan tarif ini. Presiden juga menekankan bahwa kebutuhan pokok, layanan pendidikan, dan kesehatan tidak termasuk dalam cakupan tarif ini. “Barang dan jasa yang selain tergolong barang mewah tidak ada kenaikan PPN, yakni tetap sebesar yang berlaku sekarang, yang sudah berlaku sejak tahun 2022,” imbuhnya.
Reporter: Zulfa Nur, Rere, Wildan, Nala/Bul
Penulis : Mega, Nala, Naila Alfi/Bul
Editor: Zulfa Nur/Bul