Lagi, Permasalahan UKT UGM yang Membuat Pasrah Mahasiswa!

Foto: Rina/ Bul

Baru-baru ini, masalah Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagai kabar burung yang terus dipersoalkan di lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), khususnya antara mahasiswa baru. Banyak dari mereka yang mengekspresikan keberatan dan kesedihannya di media sosial Twitter. Hal tersebut terjadi sebab UKT yang ditetapkan dirasa tidak sesuai dengan pendapatan orang tua. Menilik langsung dari kisah seorang mahasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang secara mengejutkan mendapat UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi sebesar dua puluh lima persen yakni delapan juta lima ratus lima puluh ribu rupiah. Mahasiswa ini adalah pemilik akun media sosial Twitter, @clzrarln. Ia merupakan mahasiswa baru Sekolah Vokasi Perbankan. Sebuah sindiran pun ia ungkapkan melalui unggahan bertuliskan “Cung yang pake KIP-K tapi UKT setinggi langit. UGM ni emg lawak betul. Anw, info jual ginjal buat bayar UKT”. Mahasiswa baru tersebut menegaskan bahwa kampusnya tengah bercanda terkait dengan keputusan jumlah UKT-nya yang tinggi, bertolak belakang dengan statusnya sebagai penerima KIP-K. Bahkan, kekesalannya ia tunjukkan dengan berpura-pura ingin menjual ginjal.

Tak hanya itu, pemilik akun media sosial Twitter, @awlzowskiii, yang merupakan mahasiswa Ilmu Keperawatan, juga menulis di cuitan bahwa dirinya merasa kaget dengan UKT yang ia dapatkan. Saking kaget dan kesalnya, mahasiswa Ilmu Keperawatan ini menganggap bahwa UGM bertindak tidak masuk akal. “Ya Allah shock bgt UKT UGM Ya Allah. Aku cuma keperawatan tp kena segini plis bgt ga ngotak”, unggahnya, mengeluh. Ia merasa pendapatan kedua orang tuanya yang PNS tidak sepadan dengan UKT yang ditetapkan untuknya. Pengguna ini mendapat UKT tertinggi, yaitu UKT Pendidikan Unggul tanpa Subsidi sebesar tujuh belas juta tiga ratus ribu tupiah. Sementara itu, masih dalam rantai cuitan Twitter, seorang mahasiswa Psikologi di bawah nama akun @delisyaaina, mengekspresikan kesedihannya dengan mengatakan “Hiks UKT Psi UGM 11 juta”. Nasibnya sama dengan pemilik akun sebelumnya yang mendapat UKT Pendidikan Unggul, di mana merupakan UKT tertinggi di jurusannya. Orang tua pemilik akun @delisyaaina pun merupakan PNS.

Dari sejumlah fenomena tersebut, UGM dilihat belum mampu untuk menetapkan UKT secara “tepat”. Sebenarnya, ukuran ketepatan sendiri masih sulit untuk dikaji. Hal ini dikarenakan UGM memang tidak transparan dalam menentukan UKT, terlebih untuk mahasiswa tahun ajaran 2023/2024. Dulu, sebelum terjadi perubahan aturan dan dengan ditetapkannya uang pangkal, UGM memiliki patokan cara menetapkan UKT. Kontroversi mengenai cara menentukan UKT mahasiswa ini salah satunya direpresentasikan oleh cuitan anonim melalui base @schfess. Penulis mengaku mendapatkan UKT Pendidikan Unggul sebesar dua puluh empat juta tujuh ratus ribu rupiah, meskipun ayahnya hanya berpendapatan lima juta rupiah dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Hal lain, akun Twitter @anjuOgerald mengunggah tangkapan layar percakapan online seorang wali mahasiswa yang meminta keringanan membayar UKT karena dirinya hanyalah seorang penjaga sekolah. Pendapatannya apabila ditotal menjadi satu juta delapan ratus lima puluh ribu rupiah. Jumlah tersebut tidak sesuai jika kemudian diberi kewajiban untuk membayar UKT sebesar sepuluh juta seratus dua puluh lima ribu rupiah. Tingkatan sejumlah UKT yang demikian diduga berasal dari Fakultas Teknik Kimia, Teknik Mesin, dan Higiene Gigi. Jika ditarik garis, UKT tersebut hanya bersubsidi dua puluh lima persen.

Dari rangkuman fenomena di atas, banyak mahasiswa dan orang tua yang menderita akibat tidak transparannya UGM dalam menetapkan UKT. Seperti kasus terakhir, seorang wali mahasiswa yang penghasilannya tidak mencapai lima juta, berujung mendapatkan UKT yang hanya bersubsidi dua puluh lima persen. Memang, untuk mencapai fasilitas memadai dan predikat internasional, dana yang dibutuhkan tidak sedikit. Gedung yang megah, AC di setiap ruangan, lift untuk ke lantai atas, toilet yang bersih, fasilitas laboratorium yang memadai, dan sebagainya, bisa terwujud melalui UKT yang telah dibayarkan oleh mahasiswa. Namun, pertanyaan yang muncul adalah apakah uang UKT tersebut sudah digunakan dengan sebaik dan semaksimal mungkin? Bukankah akan sangat tidak adil apabila uang UKT yang dibayarkan dengan perasaan ketidakadilan tidak dipakai sebagaimana mestinya?

Nominal UKT ini sebenarnya masih dapat diturunkan dengan mengajukan banding. Mungkinkah ini tujuan UKT ditetapkan dengan maksimal terlebih dahulu? Hal ini supaya yang merasa keberatan bisa mengajukan banding. Yang tidak pandai mencari informasi pun terpaksa harus membayar UKT bernominal besar. Namun, seperti pengalaman tahun-tahun sebelumnya, UGM akan menurunkan UKT mahasiswa yang banding ini meskipun terkadang penurunan nominalnya belum cukup memuaskan. Penurunan UKT ini disebut dengan penurunan UKT dengan persentase tertentu, misalnya sepuluh atau dua puluh persen. Dengan demikian, adanya opsi banding UKT diharapkan akan meringankan beban mahasiswa dan wali mahasiswa.

Oleh: Decika/ Bul

Editor: Afis/ Bul

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here