Menilik Arti Kebebasan Pers dan Praktiknya dalam Lingkup Mahasiswa

Sebagai badan yang memiliki legitimasi di mata hukum, anggota pers memiliki hak istimewa berupa kebebasan pers. Namun, apa sebenarnya arti kebebasan pers itu sendiri dan bagaimana praktiknya, terutama bagi pers mahasiswa?

Kebebasan pers, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memiliki arti kebebasan mengeluarkan pikiran dan pendapat melalui media massa. Hak tersebut menjadi prinsip fundamental dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik dengan acuan tertulis berupa Kode Etik Jurnalistik. Menurut Zainuddin Muda Z. Monggilo, S.I.Kom., M.A., atau akrab disapa Mas Zam, selaku dosen jurnalisme di Departemen Ilmu Komunikasi UGM, definisi kebebasan pers yang ideal adalah ketika seseorang sebagai anggota pers mampu menjamin dirinya untuk tetap berpijak di tempatnya tanpa ada tendensi, kecuali tendensi untuk publik. Berbagai tekanan, baik internal maupun eksternal, mudah diterima oleh anggota pers di tengah-tengah prosesnya dalam menyuarakan kepentingan publik. Oleh karena itu, seorang anggota pers harus mampu mempertahankan pijakannya dengan berpihak kepada nilai-nilai kepublikan. 

Hal ini selaras dengan penuturan Fernan Rahadi selaku Redaktur Republika Biro Yogyakarta, Jawa Tengah & Jawa Timur sejak 2016 silam bahwa, “Baik pers secara umum, maupun pers mahasiswa sudah seharusnya menerapkan elemen-elemen jurnalisme dalam setiap pemberitaannya.” Elemen-elemen tersebut antara lain berpegang teguh pada kebenaran, loyalitas utama kepada warga, menjunjung tinggi independensi, disiplin dalam verifikasi, kritis terhadap kekuasaan, menyajikan ruang-ruang interaksi dengan publik, menyajikan berita-berita yang menarik dan relevan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat, membuat berita secara proporsional dan komprehensif, serta menggunakan hati nurani.

Pers mahasiswa dalam mendukung kebebasan pers

Pers mahasiswa yang berdiri di lingkungan akademis kampus turut menjadi pengaruh yang kuat bagi dunia jurnalistik dan kebebasan pers. Fernan (Pemimpin Umum SKM UGM Bulaksumur periode 2005-2006) berpendapat pula bahwa kehadiran badan pers mahasiswa dapat menjadi salah satu tonggak penting dalam melaksanakan kehidupan demokrasi. Mengingat kondisi pers Indonesia yang berada dalam cengkeraman konglomerasi media membuat independensinya kerap kali dipertanyakan. Fernan menambahkan pula, “Pers mahasiswa dalam hal ini bisa mengisi ruang-ruang yang ditinggalkan pers pada umumnya dengan membuat konten-konten independen yang jauh dari kepentingan penguasa.” 

Pers mahasiswa menjadi jembatan bagi mahasiswa untuk menyuarakan pendapat mereka ke publik, termasuk isu-isu yang dianggap sensitif. Di situlah peran pers mahasiswa terbentuk, upaya mereka menjembatani ‘komunikasi’ tersebut dengan mengemasnya agar dapat diterima oleh publik melalui kemampuan mereka.  Fernan juga menyampaikan bahwa pers mahasiswa mempunyai kapabilitas mengisi ruang-ruang yang ditinggalkan pers dengan membuat konten-konten independen tanpa unsur memenuhi kepentingan lain.  

Lingkungan kampus dalam mewadahi pers mahasiswa

Di lain sisi, dengan kedudukan pers mahasiswa di bawah kampus sebagai perguruan tinggi pendidikan, muncul pertanyaan bagaimana sikap yang harus diambil jika kewajiban seorang mahasiswa untuk menjaga nama baik almamaternya menjadi suatu limitasi dalam menjalankan hak kebebasan pers? Untuk itu, Zam selaku Pembina SKM UGM Bulaksumur, menjawab dengan menjelaskan bahwa kedua aktor tersebut dapat saling bekerja sama untuk menciptakan ‘iklim’ yang jernih dalam aktivitas pertukaran informasi dan komunikasi. 

“Universitas perlu tetap terbuka terhadap kritik perbaikan dan pers mahasiswa terus hadir sebagai watchdog yang adil tanpa tendensi apa pun untuk mengawal kebijakan universitas sebagai kebijakan untuk seluruh sivitas akademika tanpa kecuali,” tuturnya. Dalam praktik pelaksanaan peran masing-masing, kampus harus menyediakan ruang keterbukaan akan segala informasi agar pers mahasiswa tetap dapat mempertahankan perannya sebagai watchdog. Dukungan universitas dalam berbagai bentuk memberikan ruang bagi pers mahasiswa untuk terus menyuarakan kepentingan publik adalah salah satu wujud nyata untuk mendukung berlangsungnya kebebasan pers di wilayah pendidikan tinggi. 

Untuk menjalankan fungsi sebagai watchdog dengan baik, kampus perlu menyediakan ruang keterbukaan sebagai ‘kawah candradimuka’ melalui keterbukaan informasi. Meskipun kebebasan pers di kampus saat ini tidak lagi menjadi isu besar seperti masa sebelum reformasi 1998, masih banyak ruang yang tersedia bagi otoritas kampus untuk melakukan perbaikan. “Dalam tataran praktis, tentunya otoritas kampus tidak boleh hanya rajin memproduksi berita-berita positif tentang mereka, tetapi juga bersikap terbuka manakala menghadapi isu-isu negatif yang menimpa mereka,” pungkas Fernan ketika bersuara seputar sejauh mana peran kampus dalam menangani kebebasan pers.

Peran dan pengaruh pers mahasiswa bagi dunia jurnalistik

Dalam ruang lingkupnya, pers mahasiswa yang dapat melindungi hak dan menjalankan mandatnya untuk menyuarakan kepentingan publik secara tidak langsung sudah melibatkan dirinya dalam penguatan jurnalisme yang berkualitas. “Pers mahasiswa bisa dikatakan sebagai embrio bagi pers terlegitimasi di masa mendatang. Idealisme dan praktik baik yang dijalankan sedari awal ini diharapkan bisa menjadi pembuka jalan dan penentu arah untuk mendukung praktik jurnalisme yang transparan, berkepentingan publik, dan berupaya objektif dalam menyuarakan kepentingannya itu,” terang Zam terkait usaha pers mahasiswa dalam mendukung penguatan jurnalisme berkualitas secara umum. 

Peran pers mahasiswa ini pun dijelaskan pula oleh Fernan sebagai pengaruh bagi kehidupan demokrasi yang ada. Beliau memberi contoh pada bagaimana kasus pelecehan seksual di kampus menjadi topik yang meledak beberapa tahun yang lalu. Berawal dari independensi mahasiswa untuk mewakilkan suara yang masih berkekuatan kecil untuk didengar tersebut membawa hasil pada perjuangan pencegahan kekerasan seksual hingga penetapan peraturan perundangan saat ini. “Justru dengan personel anak-anak muda, pers mahasiswa memiliki potensi untuk mengguncang dunia,” imbuh Fernan dalam mendukung fakta tersebut.

Sebagai upaya menjembatani antara pers mahasiswa dan pers yang ada saat ini, terdapat berbagai interaksi korelatif yang dapat diterapkan. Melalui pengalaman Fernan sebagai jurnalis resmi FIFA World Cup Qatar 2022, beliau menyampaikan bahwa salah satu yang bisa dilakukan adalah melalui peliputan kolaboratif. “Pers mahasiswa memiliki sifat independensi sebagai keuntungan yang relatif ‘steril’ dari campur tangan penguasa, dan pers arus utama memiliki ‘sumber daya’ yang relatif lebih cakap. Pada titik ini, keduanya berpeluang menghasilkan produk yang lebih atau bahkan sangat berkualitas,” jelas Fernan dalam menjabarkan peran keduanya.

Penulis: Langit, Yoni/ Bul

Editor: Langit/ Bul

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here