
#UniversitasGagalMerakyat sedang menjadi topik perbincangan hangat di kalangan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM). Hal ini dipicu oleh kebijakan baru UGM terkait uang pangkal yang ditetapkan oleh Prof Ova Emilia MMedEd SpOG(K) PhD selaku Rektor UGM. Pada Senin (13/3), di depan Gedung Balairung UGM, mahasiswa UGM menggelar sebuah acara bertajuk “UGM Mencari B(Z)akat” dalam rangka Aksi Tolak Uang Pangkal.
Aksi mendapat respon
Aliansi mahasiswa UGM yang tergabung dalam Aksi Tolak Uang Pangkal pada Senin (13/3) sudah mulai berkumpul di Taman Sansiro Fisipol sejak pukul 12.00 WIB. Kemudian, pada pukul 14.34 WIB, Aliansi Mahasiswa UGM mulai melakukan longmarch dari Taman Sansiro Fisipol menuju Balairung sembari menyanyikan lagu-lagu kritik terhadap rektor serta membawa poster dan spanduk yang berisi penolakan terhadap kebijakan uang pangkal.
Sesampainya di Balairung, aksi dilanjutkan dengan pembacaan puisi, penampilan musik, dan orasi yang dibawakan oleh perwakilan mahasiswa. Melalui serangkaian penampilan tersebut, mahasiswa berusaha menyampaikan sikap dan posisinya yang secara tegas menolak penerapan kebijakan uang pangkal di kampus UGM karena dinilai dapat memberatkan mahasiswa dalam mengakses pendidikan.
Riuh demonstrasi yang dilakukan oleh Aliansi Mahasiswa UGM di depan Balairung pada akhirnya mendapatkan respon dengan kehadiran langsung dari rektor beserta jajarannya pada pukul 15.07 WIB di lokasi aksi. Tak lama berselang setelah kedatanganya, pada pukul 15.40 WIB, rektor beserta jajaran membuka forum diskusi dengan mahasiswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar kebijakan uang pangkal yang menjadi tuntutan dari aksi.
Tegas menolak uang pangkal
Aksi Tolak Uang Pangkal yang berlangsung di depan Balairung UGM pada Senin (13/03) dimaknai oleh mahasiswa yang terlibat di dalamnya sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan penetapan uang pangkal oleh rektor yang dinilai memberatkan mahasiswa. “Masalah paling utama adalah perihal penetapan uang pangkal, dimulai dari keterangan rektor di hearing terakhir bahwa UGM akan menetapkan uang pangkal seperti kampus lainnya,” terang Anju Gerald (Teknik ‘19), koordinator Aliansi Mahasiswa.
Gerald menambahkan bahwa pernyataan rektor mengenai uang pangkal memantik emosi dari teman-teman mahasiswa. “Selain masalah budaya UGM, kalau ada uang pangkal mahasiswa harus membayar uang lebih,” ujar Gerald, “terlepas dari itu, tadi sempat dengar juga yang lebih besar dari uang pangkal yaitu terkait Biaya pendidikan seperti UKT dan SSPI.”
Gerald juga menuturkan bahwa penetapan kebijakan biaya pendidikan yang baru oleh kampus tidak melalui koordinasi dan diskusi yang baik dengan mahasiswa sehingga menurutnya akan sulit untuk dibatalkan. Namun, Gerald berharap MoU yang telah ditandatangani oleh rektor dapat memberikan jaminan bagi mahasiswa agar dapat terus dilibatkan dalam diskusi mengenai kebijakan Uang Kuliah Tunggal untuk ke depannya.
Isu mengenai uang pangkal dan Uang Kuliah Tunggal akan terus dikawal dan diperjuangkan sebagai bentuk keberpihakan mahasiswa terhadap pendidikan, khususnya bagi calon mahasiswa yang akan berkuliah di UGM kelak. “Karena kita punya basic logic tadi, masalah keberpihakan pada pendidikan,” tegas Gerald, “maka modal-modal pergerakan ke depan aku rasa akan lebih variatif, tapi memiliki tujuan yang sama karena rasa semangat ini yang dimiliki UGM, semangat berpihak.”
UGM defisit keuangan
Ova Emilia selaku Rektor UGM menjelaskan latar belakang ditetapkannya uang pangkal kepada mahasiswa yang hadir. Beliau menyinggung perihal UGM termasuk universitas yang mendapat bantuan dari pemerintah karena statusnya yang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH), tetapi bantuan yang didapat semakin kecil jumlahnya dan tidak cukup untuk menutup Biaya Kuliah Tunggal (BKT). Oleh karenanya, Ova mengaku bahwa UGM mengalami defisit keuangan.
Ova melanjutkan bahwa kebijakan uang pangkal hanya akan dikenakan kepada mahasiswa yang masuk UGM melalui jalur Ujian Mandiri (UM) dan tergolong mampu. “Orang yang masuk UM terus nggak mampu gimana? Ya nggak perlu,” ujar Ova. Beliau menegaskan bahwa UGM akan tetap menjunjung konsep keadilan, yaitu dengan membantu orang-orang yang tidak mampu membayar biaya kuliah dengan subsidi dari mereka yang mampu. “Kita nggak ingin ada anak yang keluar karena DO (akibat tidak bisa membayar uang kuliah -red),” tukas Ova, “tapi, orang yang mampu, kalau saya lihat datanya ini ada data penghasilan orang tua, itu ada yang sampai 500 juta per bulan, dan itu tadi itu yang saya katakan adalah 4 persen dari total.”
Penjelasan dari rektor disambung oleh Prof Supriyadi MSc PhD CMA CA Ak selaku Wakil Rektor Sumber Daya Manusia dan Keuangan UGM. Supriyadi menjelaskan bahwa akan ada semacam beasiswa yang disebut Skema UKT Bersubsidi untuk mahasiswa. “Program-program beasiswa lain pun akan tetap kami kawal sehingga mahasiswa bisa belajar dengan tenteram dan nyaman di UGM,” ujarnya. Supriyadi juga menyatakan bahwa pihak kampus akan selalu membuka pintu selebar-lebarnya kepada para mahasiswa, khususnya mereka yang mempunyai permasalahan dengan uang kuliah, sehingga yang bersangkutan tetap dapat melanjutkan kegiatan kuliahnya di UGM.
Ditutup dengan penandatanganan MoU
Setelah proses diskusi panjang, aksi ditutup dengan ditandatanganinya MoU oleh perwakilan mahasiswa dan rektor beserta jajarannya. MoU ini berisi kesepakatan untuk melibatkan perwakilan mahasiswa tiap fakultas dalam pelaksanaan kebijakan UKT dan penetapan calon mahasiswa yang akan menerima subsidi UKT.
Di sisi lain, Dr Sindung Tjahyadi selaku Direktur Kemahasiswaan UGM ketika ditanyai tanggapannya mengenai isu uang pangkal memberi pernyataan bahwa beliau merasa sulit untuk menanggapi isu ini. Beliau menyatakan tema uang pangkal ini tidak ada dalam konsep UKT UGM, “Jadi, susah ya menolak yang tidak ada itu, saya tidak bisa membayangkan,” ujarnya. “S dalam SSPU itu salah satunya sukarela, jadi UGM secara prinsip tidak akan membebani yang memang tidak mampu.” Lalu beliau menutup penjelasannya dengan memberikan saran kepada mahasiswa untuk selalu mengawal kebijakan-kebijakan baru dari UGM.
Penulis: Decita Syahda Maharani, Fariz Risky Pradana/ Bul
Editor: Angga/ Bul
Tim liputan dan transkrip: Tiara Arni, Nadia Rasendria, Triana Meilani, Soffira/ Bul