Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) gelombang dua kembali dibuka oleh Universitas Gadjah Mada sejak Mei 2022. Program ini merupakan bentuk inovasi dalam bidang pendidikan yang terus dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebagai realisasi untuk memberikan kesempatan hak otonom bagi mahasiswa untuk memilih kegiatannya di luar dari jurusan dan mengembangkan minat bakatnya.
PMM menjadi salah satu program yang dirancang untuk mendukung tujuan ini. Dilansir dari laman resmi kampus merdeka, PMM merupakan sebuah program pertukaran mahasiswa dalam negeri selama satu semester yang akan mengajak para mahasiswa penerus bangsa untuk mendapatkan pengalaman belajar di perguruan tinggi (PT) terbaik di seluruh Indonesia.
“Bertukar Sementara Bermakna Selamanya”
Seperti tagline-nya, “Bertukar Sementara Bermakna Selamanya”, program PMM memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk saling bertukar budaya dengan memfokuskan pada pertukaran antarpulau. Dengan begitu, program ini dapat memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk memperluas wawasan kebangsaannya karena mereka ditempatkan ke berbagai daerah yang berbeda.
Alia Bihrajihant Raya, SP MP PhD selaku pengurus PMM outbond (mahasiswa keluar) menjelaskan bahwa di dalam kegiatan PMM, mahasiswa bisa didorong untuk direkognisi mengambil 20 SKS dalam satu semester, terdiri dari 16 SKS mata kuliah perguruan tinggi penerima dan 4 SKS Modul Nusantara.
Adanya Modul Nusantara menjadi keistimewaan dari program PMM karena mahasiswa akan diperkenalkan mengenai kewilayahan dan keunikan daerah. Tidak hanya itu, mahasiswa juga akan mempelajari budaya, kepemimpinan, serta sektor ekonomi yang unggul dari daerah tempat perguruan tinggi itu berada.
Alia menambahkan jika adanya PMM dapat memberikan perspektif baru bahwa belajar itu bukan hanya masalah mengambil mata kuliah, kemudian SKS-nya dikonversi, tetapi juga belajar dari multidisiplin, budaya dan masyarakat, serta bagaimana kita berkontribusi.
Sama-sama belajar
Sebagai program yang tergolong baru, PMM membawa kebermanfaatan tersendiri, baik bagi mahasiswa maupun pihak kampus. Para mahasiswa dapat melakukan studi banding ke kampus tujuan sekaligus mencari relasi dan pengalaman. “Aku bisa membandingkan apa sih yang bagus di sini dan apa sih yang masih kurang di UGM,” ujar Febry Fajar Mabruroh (FIB ‘20), salah satu mahasiswa program PMM. Di sisi lain, Abdul Azizul Hakim (FKT ’20) menuturkan bahwa program PMM membuatnya bisa belajar budaya daerah yang berbeda dan bidang keilmuan yang tidak bisa dipelajarinya di UGM.
Sementara itu, bagi pihak kampus, program PMM mendorong mereka untuk belajar bagaimana beradaptasi dalam menyambut mahasiswa kampus lain. “Kita juga banyak belajar dari mereka, kaya studi banding, tetapi itu lama,” celetuk Alia. “Jangan kemudian perguruan tinggi kalau sudah besar merasa besar gitu ya, semuanya itu punya kelebihan masing-masing dan itu bisa menjadi benchmarking,” tambahnya.
Kendala dan upaya
Sebagai program yang terbilang baru, PMM belum familiar bagi para mahasiswa. Untuk itu, pihak kampus gencar melakukan sosialisasi, baik pada pimpinan program studi dan fakultas maupun mahasiswa. Dalam hal ini, SIMASTER hingga media sosial turut menjadi sarana sosialisasi terkait program yang dilaksanakan selama satu semester ini.
Pihak kampus memfasilitasi mahasiswa dengan turut membantu mengomunikasikan kendala, salah satunya dalam pengonversian SKS. Sayangnya, antusiasme mahasiswa terhadap program ini belum terlalu besar. Tahun ini, UGM hanya melepas, setidaknya, 38 mahasiswa untuk mengikuti program PMM ke berbagai perguruan tinggi. Sementara itu, terdapat kurang lebih 100 mahasiswa yang diterima pihak UGM.
Sebagai salah satu program yang menonjolkan pada kemerdekaan belajar, mahasiswa dibebaskan dalam memilih mata kuliah lintas program studi di perguruan tinggi tujuan. Meskipun begitu, konsultasi perlu dilakukan dengan pihak program studi terkait dengan hal tersebut. Dalam hal ini, mahasiswa wajib mengisi pra-KRS untuk mendapat jaminan bahwa KRS akan dikonversi oleh pihak program studi. Sayangnya, masalah sistem pada SIMASTER banyak terjadi pada mahasiswa inbound (mahasiswa masuk). Ini mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalam pengisian KRS.
Dana terlambat cair
Tidak berhenti pada pengisian KRS, permasalahan terkait dana menjadi satu kendala lagi yang harus dihadapi oleh mahasiswa dan pihak kampus. “Kita itu ada keterlambatan dana cair,” ujar Febry terkait kendala yang dihadapinya selama mengikuti program PMM. “Banyak teman aku yang jatuh sakit dan masuk rumah sakit karena emang kita di sini tu ngirit dan mungkin makannya jadi sembarangan,” lanjutnya. Bahkan, keterlambatan dana juga membuat kegiatan Modul Nusantara yang diselenggarakan pada Hari Sabtu dan Minggu di universitas tujuannya diberhentikan.
Pengalaman serupa diungkapkan oleh Hakim. “Sampai wawancara ini dilakukan juga dana bulan pertama dan dana kedatangan belum cair, padahal saya sudah mengerjakan laporan bulan kedua,” tuturnya.
Hal ini tentu menjadi hambatan dalam pelaksanaan kegiatan Modul Nusantara karena kampus perlu menyiapkan konsumsi serta transportasi bagi para mahasiswa. Menindaklanjuti kendala ini, para dosen pada akhirnya menggunakan dana talangan agar kegiatan ini tetap berjalan sesuai rencana. Sementara itu, pihak kampus tidak dapat ikut andil terkait pencairan dana biaya hidup para mahasiswa yang tidak kunjung cair ini karena pihak kampus tidak memiliki wewenang akan hal tersebut.
Penulis: Puri, Azlia, Angga/ Bul
Editor: Nisa Asfiya/ Bul