Trans Gadjah Mada: Kurangi Emisi, Perkuat Koneksi

Berdasarkan laman UGM, hingga bulan Juni 2022 lalu, Universitas Gadjah Mada memiliki 50.090 total mahasiswa dan 4.728 staf fakultas. Dengan lahan seluas 300 hektar, UGM terdiri atas 670 buah gedung tempat berlangsungnya seluruh kegiatan untuk 18 fakultas dan 2 sekolah. Namun dalam lahan seluas itu, UGM terbelah oleh keberadaan Jalan Persatuan yang membagi kampus menjadi 2 kawasan. Kampus barat menaungi fakultas yang termasuk rumpun saintek, medis, teknik dan juga 1 gedung sekolah vokasi. Sementara kampus timur menaungi fakultas yang termasuk rumpun soshum, agro dan gedung DEB sekolah vokasi.

Kehadiran Trans Gadjah Mada sebagai moda transportasi kampus menjadi penghubung bagi kampus barat-timur. Trans Gadjah Mada terdiri atas 2 rute, yaitu rute 1A dan 1B yang mana tiap bus menempuh jarak 90 km dalam sehari. Menurut Pak Suryanto, Seksi Sepeda Kampus, Bus Listrik, Lahan Parkir, dan Kantin, bus Trans Gadjah Mada diyakini sudah mengakomodasi seluruh fakultas dan sekolah di UGM.

“Tujuannya agar mahasiswa bisa tidak terlalu jauh dari kampus bisa langsung pakai Trans Gadjah Mada atau jalan kaki atau sepeda bisa, tapi agak lama menunggunya karena 1 bus 9 km karena mau mengcover seluruh fakultas,” kata Pak Suryanto.

Selain memudahkan mobilitas antar kawasan barat-timur bagi civitas akademika UGM, Trans Gadjah Mada juga memiliki rute yang terintegrasi dengan halte bus Trans Jogja. Terdapat 5 titik halte untuk jalur 1A dan 4 titik halte untuk jalur 1B yang beririsan dengan trayek pemberhentian bus Trans Jogja. Satu armada bus Trans Gadjah Mada memiliki kapasitas sekitar 20-21 penumpang.

Pada realisasinya, animo civitas akademika yang besar membuat bus sering mengalami kelebihan penumpang. Fenomena ini terjadi pada waktu-waktu tertentu, khususnya ketika pagi menjelang perkuliahan dan sore hari ketika kegiatan perkuliahan telah usai. “Nah menurutku tu agak chaos itu lho jam 4-an jam 3-an gitu, lah. Itu tuh biasanya udah rame. Terus kalo berangkat juga dah rame. Ya wajar lah, gitu. Dimana-mana kayak gitu kok. Jadi menurutku ya wajar. Bukan chaos sih, tapi lebih ke rame.” ujar Ananda, salah satu pengguna rutin Trans Gadjah Mada dari Fakultas Geografi yang melalui wawancara pada Rabu (2/11).

Salah satu rute Trans Gadjah Mada adalah melalui pusat perbelanjaan Manna Kampus (Mirota Kampus) di Jalan C. Simanjuntak. Kawasan simpang empat di jalan ini, menjadi salah satu titik kemacetan yang disebabkan oleh ketimpangan antara volume kendaraan dengan luas ruas jalan yang tersedia. Eksistensi Trans Gadjah Mada sebagai salah satu moda transportasi umum diharapkan menjadi solusi untuk mengurai kemacetan di kawasan ini.

Berkaitan dengan fenomena kemacetan tersebut, Pak Suryanto pada wawancara hari Jumat (4/11) menjelaskan, “Antisipasi di Mirota macet, kalau ada halte tertentu yang tidak ada penumpang bisa dilanjut saja dulu, biar secara akumulasi waktu dapat dikejar, ada rencana perubahan rute untuk meminimalisir kemacetan sedang didiskusikan dengan para pakar terkait kajian-kajiannya.”

Perluasan rute dan penambahan armada bus Trans Gadjah Mada diperlukan seiring dengan peningkatan animo dari sivitas akademika dan penambahan volume kendaraan di Yogyakarta, khususnya di area sekitar kampus UGM. Adanya upaya untuk menguatkan konektivitas antar kawasan kampus melalui bus listrik Trans Gadjah Mada dapat menjadi pendorong bagi segenap civitas akademika UGM dalam meraih keberhasilan baik dalam akademik, maupun non-akademik.

Secara fungsional, bus Trans Gadjah Mada ditujukan agar dapat membantu mobilitas civitas akademika UGM. Terlihat dari penjabaran di atas, keberadaan bus Trans Gadjah Mada memberi dampak positif dalam menyediakan layanan mobilitas dalam kampus. Namun apakah keberadaan bus Trans Gadjah Mada juga memberikan dampak positif bagi lingkungan?

 Bus Trans Gadjah Mada merupakan layanan bus berbahan bakar listrik yang merupakan satu dari sekian banyak moda transportasi ramah lingkungan. Sejalan dengan tujuan UGM yang ingin mengusung gerakan green campus. Gerakan green campus sendiri merupakan upaya dari universitas untuk membentuk lingkungan dan infrastruktur kampus yang ramah lingkungan. Dalam implementasinya, green campus juga menyinggung tentang penggunaan sumber daya yang terbarukan dan zero waste.  Bus listrik tampak menjanjikan dalam mendukung gerakan green campus

Poin penggunaan sumber daya terbarukan dalam green campus dari bus listrik adalah pada bagian di mana bus ini menggunakan listrik sebagai bahan bakarnya. Listrik merupakan salah satu tenaga atau sumber daya yang digadang-gadang dapat menjadi solusi untuk sumber daya terbarukan. Untuk saat ini, Indonesia memang belum menggunakan sumber daya terbarukan sebagai pembangkit listrik. Namun dengan berbagai potensi, medan dan sumber daya alam yang ada, Indonesia di masa depan diharapkan dapat mengganti sumber daya listrik menjadi yang terbarukan.

Zero waste juga merupakan poin implementasi yang termuat dalam penggunaan bus listrik sebagai pendukung gerakan green campus. Dari cara kerja bus listrik, tidak ada residu dari proses pembakaran bahan bakar minyak dan hal tersebut dianggap sebagai tindakan mengurangi polusi udara. Residu yang biasa terbentuk dari kendaraan berbahan bakar minyak biasanya akan menjadi polusi bagi lingkungan. Tak hanya polusi udara karena asap kendaraan bermotor, tapi juga polusi suara.

Penggunaan bus Trans Gadjah Mada merupakan salah satu bentuk dari upaya kampus dalam mengusung gerakan green campus. Pada implementasi dari konsep green campus, bus Trans Gadjah Mada mencangkup dua poin, yaitu penggunaan sumber daya terbarukan seperti listrik, dan konsep zero waste. Sesuai dengan tujuan dari green campus sebagai lingkungan yang ramah lingkungan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here