Forum Aspirasi Seleksi Rektor UGM 2022: Sudahkah Efektif dan Merata?

source: Live Youtube Penjaringan Aspirasi Bakal Calon Rektor UGM

Memasuki awal tahun 2022, Universitas Gadjah Mada (UGM) akan menyelenggarakan seleksi pemilihan Rektor untuk periode 2022-2027. Hal ini menandakan bahwa Rektor UGM saat ini, yaitu Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, ASEAN Eng akan segera berakhir masa jabatannya. Perlu diketahui, seleksi pemilihan rektor kali ini cukup menarik dibandingkan sebelumnya karena tidak hanya kalangan civitas akademika UGM saja, tetapi juga masyarakat umum berhak untuk mengajukan pertanyaan, pendapat, maupun komentar terhadap calon rektor. 

Penyampaian ini dilakukan melalui sebuah forum aspirasi yang diselenggarakan oleh pihak Panitia Kerja dalam penetapan calon rektor. Aspirasi ini dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan oleh Panitia Kerja dalam seleksi pemilihan calon rektor tersebut. Proses seleksi calon rektor dimulai dengan periode pendaftaran yang dibuka pada tanggal 24 Januari-9 Maret 2022, kemudian dilanjutkan Forum Aspirasi yang diselenggarakan pada tanggal 18-29 April 2022. Setelah itu, pada tanggal 9-13 Mei 2002 dilakukan seleksi oleh Senat Akademik (SA) yang nantinya akan dipilih dan ditetapkan oleh Majelis Wali Amanat (MWA) pada tanggal 17-20 Mei 2022.

Bagaimana respons publik mengenai seleksi rektor UGM 2022 yang melibatkan warga UGM dan masyarakat umum melalui forum aspirasi?

Untuk mengulas kegiatan ini lebih lanjut, tim penelitian dan pengembangan SKM Bulaksumur melakukan jajak pendapat terhadap 45 responden yang terdiri dari alumni, mahasiswa-mahasiswi aktif UGM, dan sejumlah masyarakat umum untuk mengetahui seberapa efektif dan meratanya penyebaran informasi terkait forum aspirasi untuk seleksi rektor UGM tahun 2022. Selain itu, riset ini juga mencari tahu kendala apa yang dihadapi mereka dalam menyuarakan pendapat mengenai seleksi pemilihan calon rektor. Berdasarkan survei yang dilaksanakan, diketahui bahwa 8,9% responden telah mengisi forum aspirasi tersebut. 

Akan tetapi, sejumlah 91,1% responden belum mengisi forum aspirasi seleksi rektor. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi sehingga tidak tahu kalau ada forum aspirasi (65,9%), tidak tertarik (14,6%), dan faktor lainnya. Misalnya, tidak punya waktu untuk mengisi, belum punya pendapat, dan tidak tahu prosedur pengisian forum aspirasi tersebut. Melihat pemaparan tersebut, dapat diketahui bahwa banyak responden yang kurang memperoleh informasi mengenai keberadaan forum dan kurangnya keinginan untuk menyuarakan aspirasinya.

Keempat puluh lima responden, baik yang sudah mengisi ataupun belum, mereka memperoleh informasi mengenai forum aspirasi dari beberapa media, seperti teman (48,9%), grup organisasi (17,8%), Instagram (11,1%), dan sisanya melalui media lainnya seperti saat webinar ataupun sosialisasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada banyak responden yang mengetahui informasi dari teman. Artinya, forum ini kurang tersebar secara merata, bahkan ada yang menyampaikan bahwa media sosial milik departemen atau prodi kurang menyebarluaskan informasi tersebut. Di sisi lain, sebagian besar responden sudah menganggap forum aspirasi berjalan efektif karena keterlibatan publik dalam pemilihan rektor ini menjadikan adanya berbagai sudut pandang yang berbeda disertai dengan permasalahan dan solusi yang beragam pula.

Apakah forum aspirasi efektif?

Meski penyebaran informasi dianggap kurang merata, sebagian besar responden menyatakan bahwa forum aspirasi menjadi sarana yang efektif untuk menampung pendapat dalam pemilihan rektor. Data tersebut diukur menggunakan skala linkert, yaitu dari skala 1 (sangat tidak baik) sampai skala 5 (sangat baik) dalam formulir yang disebarkan tim penelitian dan pengembangan SKM Bulaksumur. Dari keseluruhan responden, sebanyak 2,4% mengisi skala 1; 22% mengisi skala 2; 35,5% mengisi skala 3; 44,4% mengisi skala 4; dan 17,7% mengisi skala 5. Sebagai lanjutan dari skala tersebut, para responden turut menyertakan alasan yang terbagi dalam dua kategori besar. Sebanyak 73,3% responden menyatakan bahwa forum aspirasi dapat membantu Panitia Kerja dalam menilai tiap calon rektor. Selain itu, 2,2% menyatakan bahwa masukan yang disampaikan dalam forum aspirasi dapat dijadikan bahan evaluasi dalam seleksi calon rektor. Di sisi lain, 20% responden justru melihat forum aspirasi secara pesimis karena menganggap forum tersebut tidak mampu menjaring pendapat publik dengan efektif. Kemudian yang terakhir, sebanyak 4,4% melihat pengadaan forum aspirasi justru mempersulit proses pemilihan rektor. 

Berdasarkan data yang tercantum, dapat disimpulkan bahwa forum aspirasi dilihat secara positif baik oleh civitas akademika UGM maupun masyarakat umum. Pelaksanaan forum tersebut dianggap sudah tepat dan diharapkan mampu menghasilkan rektor berkinerja baik untuk masa jabatan 2022-2027. Akan tetapi, keterlibatan civitas akademika dan masyarakat umum yang masih rendah perlu disayangkan. Kesempatan untuk berpendapat dan memberi masukan dalam proses pemilihan rektor belum dimanfaatkan oleh banyak orang. Lantas, apa saja hal yang perlu dilakukan agar pemilihan rektor di masa mendatang dapat melibatkan lebih banyak orang?

Bagaimana forum aspirasi bisa diakses lebih banyak orang?

Kurangnya informasi mengenai forum aspirasi menjadi satu masalah tersendiri dalam proses pemilihan rektor kali ini. Agenda dengan dampak besar seperti forum aspirasi seharusnya dapat sampai ke telinga banyak orang. Agar kejadian tersebut tidak terulang pada kesempatan mendatang, tim penelitian dan pengembangan SKM Bulaksumur bertanya pada beberapa responden mengenai cara penyebaran informasi yang lebih efektif. Data yang diperoleh dari penyebaran formulir menunjukkan bahwa 55,5% responden menganggap sosialisasi sebagai langkah penting dalam penyebaran informasi tentang forum aspirasi. Selain itu, sebanyak 64,4% melihat upaya mandiri dalam memperoleh informasi perlu dilakukan, baik oleh civitas akademika UGM maupun masyarakat umum. Data yang diperoleh juga menunjukkan bahwa 75,5% responden mendorong pihak pelaksana untuk lebih gencar lagi dalam menyebarkan informasi tentang forum aspirasi lewat media sosial. Selain ketiga pilihan di atas, penyebaran informasi melalui grup chat juga dipilih sebagai salah satu media oleh 86,6% responden. Sebagian kecil responden memilih surel, simaster, dan dosen sebagai media penyampaian informasi. 

Melalui penjabaran data di atas, dapat diketahui bahwa grup chat memiliki peran besar dalam penyebaran informasi di kalangan civitas akademika UGM dan masyarakat umum. Media grup chat sendiri lebih digemari karena dekat dengan kehidupan sehari-hari. Hal yang sama juga berlaku pada media sosial. Rendahnya partisipasi menunjukkan bahwa pihak pelaksana kurang merangkul civitas akademika UGM dan masyarakat umum lewat dua media tersebut. Keadaan tersebut membuat tujuan forum aspirasi untuk menggalang pendapat dan masukan sulit tercapai. Untuk itu, pihak pelaksana perlu mengerahkan upaya lebih dalam merangkul pihak-pihak yang disasar lewat media-media seperti grup chat dan media sosial. 

Mendapat banyak tanggapan dari publik terkait proses seleksi rektor adalah hal yang lumrah. Melalui tanggapan itulah justru dapat diketahui poin apa yang telah dilaksanakan dengan baik atau bahkan kekurangan yang perlu diperbaiki oleh Panitia Kerja dalam seleksi rektor selanjutnya agar dapat menjaring lebih banyak aspirasi dari civitas akademika, alumni, dan masyarakat umum.

Penulis: Yesika Fierananda, Huwaidha Dwinora, dan Gregorius Arimurti/ Bul

Editor: Zahrah Salsabila/ Bul

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here