Foto : Vian/Bul
Thrifting menjadi salah satu opsi untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Namun, apakah benar seperti itu yang terjadi?
Dampak fesyen berpengaruh ke semua hal, tidak terkecuali lingkungan. Limbah fesyen yang semakin banyak meningkatkan pencemaran lingkungan. Hal ini karena fesyen termasuk barang dengan siklus hidup produk yang pendek serta mengandalkan tren dan mode. Orang-orang yang mengikuti tren ini akan selalu up to date terkait fesyen yang ada sehingga bagi yang sudah ketinggalan zaman akan bertumpuk begitu saja menjadi limbah.
Fesyen dan permasalahan lingkungan
Permasalahan lingkungan karena fesyen berfokus pada fast fashion, yaitu baju yang dalam produksinya menggunakan pengeluaran sekecil mungkin dan diproduksi sebanyak mungkin. Biaya produksi yang rendah ini tentunya membuat kualitas dari fesyen tersebut menjadi rendah dan cepat rusak sehingga sang pemilik harus kembali membeli. Pembelian yang berulang dalam jangka waktu pendek ini akan kembali menimbulkan limbah tekstil yang nantinya akan berdampak pada lingkungan.
Foto : Vian/Bul
Tren thrifting
Salah satu tren yang sedang naik daun saat ini adalah tren thrifting (membeli pakaian bekas, tetapi masih layak pakai -red). Tren ini datang dari orang-orang yang ingin mendapatkan akses ke affordable clothings. “Jadi mau nggak mau carinya di thrift shop, yang udah bekas, tetapi masih layak pakai dan pastinya (masih -red) terjangkau untuk mereka semua,” ujar Trixie Bianca Jasmine, penulis freelancer The Finery Report, salah satu media yang mempunyai ketertarikan ke isu fesyen dan lingkungan.
Tren thrifting yang merebak, terutama setelah pandemi, membuat orang-orang mulai berburu barang thrift. Hal ini menjadi salah satu hal yang mendorong diadakannya JSF (Jogja Second Festival). Acara ini merupakan wadah komunitas para penjual thrift di Jogja. JSF sendiri sudah digelar tiga kali di beberapa wilayah di Jogja. Salah satu founder acara ini, Pakdhe Cemany, menuturkan jika festival ini mengusung konsep peduli lingkungan melalui thrifting, sesuai dengan slogan yang diangkat, yaitu “Start thrifting defend our earth”.
Dilema tren thrifting
Tren thrifting memang dapat menjadi salah satu harapan untuk pengurangan pencemaran lingkungan. Namun, menurut Trixie, hal itu sifatnya masih abu-abu. “Jadi, dari masalah thrift shop sendiri menyelamatkan lingkungan apa enggak, masih fifty-fifty sih sebenernya,” ujar Trixie. Ia menambahkan jika tren thrifting memiliki dua sisi. Di satu sisi, itu bisa menyelamatkan lingkungan. Namun, di sisi lain itu justru dapat meningkatkan konsumsi kita terhadap produk-produk fesyen dan makin memperburuk pencemaran lingkungan.
Melihat realitas yang terjadi, beberapa orang belum memiliki kesadaran akan lingkungan ketika thrifting. Sejalan dengan hal ini, Salah satu pengunjung JSF, Isnaini Mualifah, mengungkapkan jika alasannya membeli thrift karena harganya yang ramah di kantong. “Ya cuma mau cari aja, mumpung ada, harga murah, kualitas bagus,” ujarnya.
Foto : Vian/Bul
Be mindful
Tren thrifting dengan dua sisi kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan perlu kita sikapi secara bijak. Thrifting mempunyai poin esensial yang penting untuk beberapa orang, terutama untuk kelas menengah ke bawah atau mereka yang peduli dengan lingkungan. Jangan sampai kita terlena untuk membeli dalam jumlah yang banyak karena tergoda dengan harganya yang murah dan mengambil akses untuk kelas menengah ke bawah yang lebih membutuhkan. Selain itu, pembelian barang-barang thrift yang tidak bijak juga bisa meningkatkan pencemaran lingkungan. “Be mindful ketika thrift shopping, cari sesuai kebutuhan, kalau bisa lebih wise soal belanja thrift,” pesan Trixie di akhir wawancara.
Penulis: Nisa Asfiya, Tri Angga/Bul
Editor: Rizka Azzahra Natasha/Bul