Bukan Cuma Hubungan yang Butuh Kepastian, Pembangunan Gelanggang Juga!

Ilus : Hans/Bul

Selayang Pandang Gelanggang

Dahulu, di sebelah barat Boulevard Universitas Gadjah Mada berdiri sebuah Gelanggang Mahasiswa yang saat ini tampak seperti puing-puing bangunan roboh yang tertutup oleh seng. Sejak April 2020 lalu, bangunan yang menaungi berbagai sekretariat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) itu telah dikosongkan dan dirobohkan. Mulanya, pihak kampus mencanangkan renovasi Gelanggang Mahasiswa sejak tahun lalu. Akan tetapi, hingga saat ini rencana pembangunan tersebut tidak segera terlaksana. Setahun lebih berlalu, Gelanggang Mahasiswa masih rata dengan tanah tanpa ada tanda-tanda bahwa pembangunan akan segera dilanjutkan.

Ditilik dari sejarahnya, Gelanggang Mahasiswa berdiri pada tanggal 31 Juli 1975 dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Letnan Jenderal TNI H. Amir Machmud. Pada mulanya Gelanggang Mahasiswa dijadikan sebagai kantor sekaligus pusat pergerakan aktivis Dewan Mahasiswa UGM dan Dewan Mahasiswa se-Yogyakarta. Selanjutnya, sejak tahun 1980-an, Gelanggang Mahasiswa menjadi pusat sekretariat UKM setelah Dewan Mahasiswa dibubarkan pada tahun 1978. Berbagai fasilitas disediakan untuk menunjang kegiatan harian UKM, seperti aula utama, kamar-kamar, toilet, dan kantin. Desas-desus renovasi gelanggang telah santer terdengar sejak tahun 2015, tetapi pemugaran baru dilakukan pada tahun 2020. Hingga setahun berlalu, realisasi pembangunan ‘New Gelanggang’ tidak juga terlaksana, menimbulkan berbagai tanda tanya dan juga tuntutan dari mahasiswa hingga alumni. 

Reaksi yang Muncul dan Kenyataan yang Terjadi

Berbagai reaksi muncul dari dirobohkannya gelanggang mahasiswa pada Agustus tahun lalu, dari yang merasa antusias setelah munculnya bocoran desain awal ‘New Gelanggang’ yang memberikan kesan futuristik serta asri, hingga reaksi agresif setelah melihat rencana renovasi gelanggang tersebut perlahan terlihat hanya sebagai sebuah wacana. 

Seperti yang dikatakan oleh Dimas, mahasiswa semester akhir yang dulunya aktif dalam Unit Kesenian Jawa Gaya Surakarta (UKJGS) ketika kami wawancarai via Whatsapp, “Awalnya pasti kaget, tidak menyangka kenapa gelanggang yang sudah nyaman kami tempati untuk melakukan kegiatan organisasi tiba-tiba dibongkar, kenapa cenderung mendadak? Tapi juga di sisi lain harus menerima karena ini untuk kebaikan teman-teman UKM.” Sekretariat UKJGS sendiri kini dipindahkan ke sekretariat bersama UKM Kesenian UGM di perumahan dosen daerah Sendowo, alamat tepatnya berada di Jalan Puring Blok M. Nomor 26. 

Dalam wawancara lain yang dilakukan bersama dengan Kahfi, ia menyatakan bahwa awalnya ia dan teman-teman Taekwondo merasa senang akan rencana tersebut. Hal ini dinilai sebagai langkah yang baik, mengingat dirobohkannya Gelanggang bertepatan pada kondisi saat pandemi yang masih tinggi dan seluruh aktivitas dilakukan secara daring. Akan tetapi, melihat rencana ini terkesan ditunda-tunda membuat kegiatan UKM, terkhusus Taekwondo, menjadi sulit. “Saat tahu gelanggang akan direnovasi, kami yang waktu itu masih menjadi anggota baru merasa sedikit senang, toh kegiatan masih dilakukan secara daring. Akan tetapi, akhir-akhir ini kegiatan UKM mulai diadakan secara offline dan lama-lama (keadaan ini) membuat kami repot juga,” ujar Kahfi.

Suara dari yang Terdampak

Sebelum dirobohkan, sekretariat berbagai UKM dan organisasi mahasiswa telah dipindahkan dari Gelanggang Mahasiswa ke beberapa tempat. Beberapa di antaranya ditempatkan di perumahan dosen. Meski demikian, pemindahan tersebut belum cukup untuk mengatasi permasalahan akibat mangkraknya pembangunan Gelanggang Mahasiswa. “Sekretariat yang sekarang fungsinya tidak lebih dari sekedar tempat untuk menyimpan barang atau rapat, tapi belum cukup layak untuk latihan,” kata Galuh Kirana Dewi selaku Wakil Ketua UKM Teater Gadjah Mada sebagaimana dalam wawancara daring pada Kamis (28/10).

Ketua Taekwondo, Iman Kahfi Aliza, menyatakan hal yang serupa. Bagi Kahfi, kegiatan yang dilaksanakan di Stadion Pancasila tidak kondusif karena bercampur dengan kegiatan UKM lainnya dan hanya dapat dilaksanakan jika mendekati kompetisi saja. Selain itu, mereka hanya bisa menggunakan matras berukuran 6×6, sementara dahulu mereka dapat berlatih dengan matras yang lebih luas, yaitu 8×8. “Latihan–di Stadion Pancasila–menjadi kurang kondusif bagi kami karena banyak orang yang lalu-lalang. Terkadang kami juga menyerobot tempat latihan UKM lain karena terlalu sempit. Selain itu, kami juga khawatir kalau saat latihan menendang, target bisa terbang dan mengenai anggota UKM lain yang sedang latihan juga,” ungkap Kahfi sedikit bercanda. Selain itu, mereka harus membuat janji dengan UKM lainnya terkait tempat dan waktu latihan supaya tidak saling mengganggu kegiatan satu sama lain.

Apa yang Dirindukan?

Bagi sebagian mahasiswa, Gelanggang Mahasiswa sudah seperti rumah kedua mereka. Hal itu senada dengan jawaban yang diberikan oleh Galuh tatkala kami mengajukan apa yang paling dirindukan dari Gelanggang Mahasiswa. Galuh menyebutnya rumah kedua karena Gelanggang Mahasiswa menjadi tempat di mana ia betah berlama-lama menghabiskan waktu di sana, sekadar untuk beristirahat atau berdiskusi dengan anggota UKM lainnya. Terlebih lagi karena di Gelanggang Mahasiswa, anggota UKM TGM dapat berlatih dengan leluasa. Galuh menjelaskan, “jujur kenangan yang paling aku lupain adalah ketika latihan di Hall. Latihan fisik, latihan baca naskah, dan pendalaman emosi.” 

Satu suara dengan Galuh, Dimas yang notabene juga berasal dari UKM kesenian memberikan jawaban yang kurang lebih sama, “yang dirindukan dari gelanggang ya hiruk pikuknya ketika semua UKM berkumpul menjadi satu dan bisa melihat teman UKM lain latihan juga ketika ada event gelex dan peringatan HUT gelanggang. Yah, lebih nyaman aja di gelanggang,” ungkap Dimas dalam wawancara online (02/11).

Ekspektasi Mahasiswa Baru Tentang Gelanggang

Pandemi Covid-19 menyebabkan mahasiswa harus melaksanakan kegiatan akademik dan non-akademik secara daring. Setelah satu tahun menjalani kegiatan daring setiap harinya, kasus Covid-19 kini telah mengalami penurunan sehingga jalannya kegiatan mulai dilaksanakan secara bauran, tidak terkecuali kegiatan UKM. Sebagian dari mahasiswa UGM yang mengikuti kegiatan UKM pun memutuskan untuk tiba di Yogyakarta. Namun dengan ketiadaan Gelanggang Mahasiswa sejak tahun 2020 silam, tidak sedikit anggota baru UKM yang merupakan angkatan 2020 dan 2021 belum pernah melihat wujud dari pusat kegiatan kemahasiswaan ini. Hal tersebut dirasakan oleh Anin yang belum pernah mendatangi, pun melihat rupa dari Gelanggang Mahasiswa. Saat tiba di Yogyakarta beberapa bulan yang lalu, yang dapat ia lihat hanyalah lahan rata tanpa sedikit pun perkembangan pembangunan Gelanggang baru yang dijanjikan. Gelanggang Mahasiswa cukup menjadi cerita bagi dirinya sebagai pusat kegiatan non-akademik mahasiswa UGM. Menurut Anin, keberadaan Gelanggang mampu menjadi pusat kegiatan UKM dan anggota-anggota UKM dapat saling berkenalan dan berkolaborasi satu sama lain. Ia sangat menyayangkan pembangunan Gelanggang yang tidak kunjung dimulai.

#Universitas Gemar Mangkrak 

Puncak keresahan mahasiswa terhadap isu pembangunan gelanggang terjadi pada tanggal 26 Oktober 2021 lalu saat sejumlah akun twitter menyerukan tagar #UniversitasGemarMangkrak #SeniAngkatBicara #MuralMengawal dan #PemberiHarapanPembangunan yang kemudian dengan cepat membanjiri laman pencarian twitter dan segera masuk topik populer dalam bidang ‘pendidikan’. Berbagai macam respon datang dari netizen khususnya mahasiswa UGM sendiri. Dimulai dari cuitan bernada lucu hingga sindiran kasar terhadap pihak rektorat yang terkesan selalu menunda perundingan dengan mahasiswa serta menunjukkan sikap tidak kooperatif. Terdapat tiga isu utama yang diangkat dalam penggunaan tagar tersebut yaitu mandeknya pembangunan gelanggang, tidak jelasnya kelanjutan pembangunan GOR Pancasila, serta Kawasan Kerohanian di lingkungan UGM. 

Dilansir dari akun twitter Forum Advokasi UGM (@formad_ugm) yang sangat gencar melakukan persuasi untuk mengawal polemik gelanggang, banyak aksi yang telah dilakukan seperti festival kebun gelanggang dan aksi mural selama bulan Oktober lalu dalam rangka protes dan kritik mahasiswa kepada pihak rektorat agar segera memberikan ruang transparansi bagi penyelesaian kasus tersebut, mengingat gelanggang merupakan kebutuhan mendasar bagi berjalannya organisasi-organisasi kampus. Namun, hingga kini sepertinya aksi tersebut belum ‘menggerakkan’ hati pihak terkait untuk segera memberikan kejelasan dalam kasus ini. 

Hal di atas, turut berlaku pada tidak jelasnya keberlanjutan pembangunan GOR Pancasila dan Kawasan Kerohanian. Sudah sepantasnya kampus menghadirkan fasilitas olahraga yang menunjang kebutuhan mahasiswa pada umumnya dan memberikan sarana bagi mahasiswa yang berprestasi di bidang olahraga agar dapat meningkatkan prestasinya. Akan tetapi, hal tersebut terbentur kenyataan bahwa GOR Pancasila yang pernah terseret dalam kasus Hambalang pada tahun 2011-2012 tidak kunjung diselesaikan pembangunannya seperti yang dijanjikan sebelumnya sejak tahun 2018. 

Harapan Mahasiswa Lama

Berbagai aksi dan gerakan telah diupayakan oleh para pegiat UKM yang rindu akan hadirnya Gelanggang Mahasiswa sebagai tempat bernaung dan menyalurkan bakat minat setiap individu. Mewakili teman-teman UKM Taekwondo, Kahfi menyatakan bahwa yang diharapkannya kini hanyalah sebuah realisasi dari pihak universitas, bukan sekadar lip service. Ia memohon agar pembangunan Gelanggang Mahasiswa yang baru mempunyai perkembangan yang nyata, melihat hingga saat ini lahan Gelanggang masih berupa lahan kosong. 

“Tidak melulu soal akademik, kegiatan non-akademik di UGM juga harus maju karena nantinya pun jika ada atlet yang berpartisipasi dalam kompetisi, PON misalnya, yang bangga juga UGM,” susul Kahfi saat menyatakan harapannya terhadap Gelanggang Mahasiswa. “karena UGM sudah berjanji dan janji merupakan amanah yang akan dibawa sampai mati.”

Senada dengan Kahfi, Galuh juga berharap agar pembangunan Gelanggang Mahasiswa tidak hanya menjadi wacana yang digaungkan oleh petinggi kampus. Pembangunan Gelanggang Mahasiswa yang masih mangkrak harus segera diselesaikan.

“Itu (Gelanggang Mahasiswa) rumah kita sebagai anggota UKM. Jangan ditunda-tunda terus,” kata Galuh.

Harapan Mahasiswa Baru

Melihat kondisi Gelanggang Mahasiswa saat ini, Anin berharap pihak rektorat dapat mengingat kembali tujuan awal dan adanya amanah besar yang dipikul. Gelanggang Mahasiswa bukan sekadar tempat berlangsungnya kegiatan non-akademik, tetapi juga untuk bersosialisasi dan mengenal antaranggota UKM satu sama lainnya. Baginya, meskipun pihak universitas berharap Gelanggang dapat dibangun menjadi suatu gedung yang mewah, jika terlalu lama akan menyebabkan berkurangnya nilai dari Gelanggang Mahasiswa itu sendiri. Gelanggang Mahasiswa menjadi salah satu hak yang seharusnya diperoleh mahasiswa untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan di luar akademiknya.

“Bukan kapasitas kita untuk mengatur hati dan tindakan orang lain karena hal itu tergantung pada individu itu sendiri. Mahasiswa hanya bisa bersuara, memberontak, dan memberi tahu tentang fenomena-fenomena yang meresahkan ini. Jika sudah ada sekelompok massa yang bersuara, itu artinya ada yang tidak beres. Ada hak kita yang belum terpenuhi,” ujar Anin dalam wawancara yang dilakukan pada Sabtu (30/10).

Anin turut menyatakan simpatinya kepada teman-teman mahasiswa yang melaksanakan konsolidasi dan aksi mural yang berkaitan dengan pembangunan Gelanggang baru serta isu lainnya. Ia bangga akan aksi terkait isu-isu yang ada di UGM melalui karya dan konsolidasi. Ia berharap semoga pihak rektorat melirik usaha mahasiswa dan bisa memberikan hak yang telah dijanjikan kepada mahasiswa dengan segera. Mahasiswa perlu mendapat layanan dan fasilitas yang selayaknya tanpa harus menuntut, sama seperti halnya dalam melaksanakan kewajiban mereka.

“Gelanggang tidak hanya memberikan manfaat untuk mahasiswa dan pelaku UKM saja, tetapi ada sekelompok orang yang mendapat rezekinya melalui keberadaan Gelanggang ini. Dengan adanya Gelanggang Mahasiswa, aktivitas UKM menjadi terpusat dan ramai dengan kegiatan-kegiatan UKM akhirnya mereka mendapat orderan. Ini (Tidak adanya Gelanggang Mahasiswa) juga berdampak pada pemasukan pekerja layanan pemesanan daring di samping munculnya pandemi. Sangat disayangkan Gelanggang Mahasiswa tidak segera dibangun. Padahal kita hanya meminta hak yang seharusnya tanpa bersuara dan gembar-gembor pun sudah bisa kita peroleh. UGM punya nama dan branding yang bagus di luar, tetapi dikenal oleh orang-orang di dalamnya kok jelek,” lanjutnya saat ditanyai mengenai pesan yang ingin disampaikan terkait pembangunan ‘New Gelanggang’.

Penulis: Afifah Ananda Putri, Adiba Tsalsabilla, Vania Adhelia Kurniaputri

Editor: Esya Charismanda P

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here