Seiring dengan menjamurnya bisnis yang berbasis toko online, banyak pengusaha mulai bermunculan dari berbagai latar belakang, tak terkecuali dari kaum perempuan muslim. Dengan latar belakang tersebut lah Jogja Muslimah Preneur (JMP) kemudian dibentuk sebagai wadah agar para pengusaha muslimah, khususnya yang ada di Yogyakarta, bisa saling terhubung satu sama lain. JMP didirikan dengan tujuan yang kuat dengan dasar wirausaha yang berpegang pada tuntunan agama islam.
Koordinator divisi Relasi Publik JMP sekaligus pemilik usaha Dimar Hijab, Ririz, menjelaskan betapa pentingnya JMP bagi anggotanya. Dengan adanya komunitas ini, setiap perempuan yang bergabung diharapkan dapat meningkatkan kualitas diri dari segi agama maupun kemampuan beradaptasi dengan berbagai kemajuan teknologi sehingga menjadi pribadi yang bermanfaat bagi agama, keluarga, dan masyarakat.
Sebagai salah satu wadah pemberdayaan perempuan muslim, JMP berprinsip bahwa setiap muslimah memiliki hak yang sama dalam menuntut ilmu demi meningkatkan kualitas diri tanpa meninggalkan kodratnya, yaitu salah satunya melalui berwirausaha.
“Jika perempuan muslim keluar rumah untuk beraktivitas di masyarakat dan mengambil peran, sebaiknya meluruskan niat bukan (hanya) untuk mengejar kesetaraan gender, melainkan untuk memberdayakan diri agar menjadi seseorang yang keberadaannya memberi manfaat bagi orang di sekitar,” tutur Ririz.
Berdirinya JMP tentu melewati proses yang panjang. Semakin bertambahnya anggota, dinamika komunitas di dalam JMP menjadi semakin terasa akibat munculnya beragam pendapat berbeda. Hal tersebut bukan menjadi kendala berarti karena sejak awal dibentuk, pendiri JMP memang tidak berekspektasi terlampau tinggi terhadap hasil, tetapi lebih memilih untuk fokus pada pengembangan komunitas.
Dalam wawancaranya, Ririz berkata, “alhamdulillah itu tidak menjadi kendala, justru membuat komite Jogja Muslimah Preneur selaku pengurus harian semakin berinovasi dalam membuat kegiatan dan menjadi lebih dinamis dalam mengelola komunitas.”
JMP memiliki program kerja dan rutinitas yang cukup bervariasi, dengan inovasi setiap tahun yang disesuaikan terhadap perkembangan kebutuhan anggota dan tren. Diorganisir oleh enam divisi, yaitu Community Development, Islamic Studies, Public Relation, Information and Technology, Social Charity, dan Event Organizer, acara-acara JMP tidak hanya diperuntukkan bagi anggota internal saja, tetapi juga masyarakat umum.
Namun, semenjak pandemi kegiatan JMP menjadi berubah drastis terutama pada pembagian porsi kegiatan yang mana saat ini sebanyak 80 persen dari seluruh kegiatan harus dialihkan menjadi daring. Kegiatan ini disiasati dengan memperbanyak kelas-kelas yang memanfaatkan grup Whatsapp atau sarana pertemuan daring seperti Google Meet dan Zoom. Kegiatan luring masih berusaha dilakukan, hanya saja tetap disesuaikan dengan protokol kesehatan.
Ririz berkata bahwa selama berproses di JMP, ia bisa mendapatkan jaringan pertemanan yang luas dan menambah koneksi usaha. Wawasan dan informasi juga dengan mudah didapatkan dari kegiatan sharing member di grup Whatsapp dan juga kelas-kelas yang diadakan secara rutin oleh pihak JMP.
“Bisnis itu tentang aksi. Jadi, kalau sudah punya rencana berwirausaha, ya segera lakukan. Tidak harus muluk-muluk dulu. Yang penting jualan dulu, branding bisa dikerjakan sambil bisnis berjalan,” ujar Ririz. Ia juga menambahkan bahwa meluruskan niat dalam berbisnis itu sangatlah penting. Berbisnis lebih baik diniatkan untuk beribadah sehingga akan selalu lancar dan terhindar dari banyak godaan seperti riba, keharmonisan keluarga yang mulai berkurang, sifat sombong, dan lain sebagainya. Niat ibadah yang kuat dapat membentuk pribadi yang mampu memegang teguh tuntunan dalam bermuamalah sesuai ajaran Islam.
Penulis: Levita, Khoirida Dian/Bul
Editor: Seftyana Nisa/Bul