Pria yang ingin membahagiakan semua orang ini terpilih menjadi Presiden Mahasiswa (Presma) pada 2020 lalu. Penasaran tentangnya? Cari tahu yuk!
Namanya Muhammad Farhan. Ia biasa dipanggil Farhan. Pria kelahiran Sleman, 25 Desember 1998 ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM angkatan 2011. Ia mempunyai hobi bermain bola basket. Selain itu, hobinya yang lain adalah mengobrol. Ia mengungkapkan bahwa mengobrol sudah menjadi hobi sekaligus rutinitasnya.
Denyut kehidupan
Tidak ada hal yang mudah untuk dicapai di dunia ini. Terpilihnya Farhan sebagai Presma baru tidak terlepas dari segenap perjuangan panjangnya. Meskipun pada awalnya ia tidak memiliki tekad untuk maju mencalonkan diri, tetapi pada akhirnya ia mengambil keputusan setelah mendapat dorongan dari teman-temannya. Setelah terpilih, Farhan mengaku bahwa euforia yang dirasakannya hanya berlangsung selama satu jam. “Satu jam pertama senang, selanjutnya capek,” ungkapnya ketika diwawancarai pada Senin (8/1). Hal tersebut dikatakannya bukan tanpa alasan sebab setelah menjadi seorang Presma, ia harus melakukan dan mencari banyak hal. Selain itu, ada tanggung jawab baru yang diemban sekarang. Namun, ia menyatakan bahwa hal tersebut adalah pelajaran dan tantangan baginya agar dapat menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya.
Tirai abu-abu
Farhan mengungkapkan jika ada tiga hal yang menurutnya masih abu-abu di UGM. Pertama, masalah pembiayaan. Masalah pembiayaan yang dimaksud di sini adalah terkait pengembalian biaya-biaya tertentu kepada mahasiswa. Berapapun jumlahnya, harusnya diperjelas. Hal ini dikarenakan sebagian mahasiswa mungkin mengalami kesulitan bertahan di masa pandemi ini. Oleh karena itu, pengembalian biaya kepada mahasiswa seharusnya menjadi salah satu sense of crisis dari UGM kepada mahasiswanya yang tidak lain merupakan bagian dari masyarakat. Kedua, perihal operasional pembelajaran. Setelah covid-19 merebak, berbagai masalah terkait operasional pembelajaran bermunculan. Hal ini menimbulkan banyak protes dari mahasiswa. Oleh karena itu, masalah-masalah tersebut membutuhkan penanganan, pemetaan, serta transparansi supaya selanjutnya dapat berjalan lebih baik. Ketiga, fasilitas penunjang dan infrastruktur. Semenjak kuliah luring dialihkan menjadi daring, berbagai fasilitas penunjang pembelajaran daring diperlukan. Akses ke berbagai platform daring, sampai pulsa dan kuota harusnya menjadi tanggung jawab pihak kampus juga. Ketiga, dimensi tersebut adalah dimensi yang mungkin harus diungkap atau diperjelas ke depannya oleh pihak kampus.
Prinsip hidup
Prinsip hidup orang berbeda-beda. Farhan mengaku bahwa prinsipnya adalah untuk membahagiakan semua orang. Terkait prinsipnya itu, ia menyadari bahwa hal tersebut bersifat tidak mungkin. Meskipun demikian, ia tetap memegang prinsip itu untuk dirinya. Bahagia menurut definisinya bukan lagi tentang bahagia seperti ketika bermain bersama teman atau semacamnya. Bahagia menurutnya mempunyai arti yang lebih luas. Bahagia baginya adalah ketika kita bisa memposisikan diri dengan baik sehingga orang lain akan menaruh respek ke kita dan membuat kita meyakini bahwa hal yang dilakukan jangan sampai merugikan orang lain.
Sekeping gula-gula
Farhan mempunyai sebuah harapan yang bisa dikatakan sederhana. Ia berharap agar teman-teman mahasiswa—khususnya mahasiswa UGM—sadar bahwa mereka memiliki tanggung jawab, baik kepada mahasiswa sendiri, pemerintah sebagai mitra kritis, serta masyarakat umum. “Sadar dulu teman-teman, sadar dulu aja bahwasanya teman-teman punya tanggung jawab itu. Jangan sampai teman-teman nggak sadar bahwasanya teman-teman masuk ke UGM itu punya tanggung jawab, punya kewajiban itu. Ini aku sharing karena tanggung jawab untuk menyampaikan ini, tanggung jawab dalam hal menyampaikan itu ada di Presma sebagai perwakilan dari mahasiswa untuk menyampaikan kembali.” Selain itu, secara pribadi ia juga berharap bisa memberikan contoh yang baik bagi teman-teman mahasiswa lain.
Selain hal di atas, di akhir wawancara Farhan juga menyampaikan pesan untuk teman-teman mahasiswa. Secara garis besar hal tersebut menyangkut definisi seorang mahasiswa menurut pandangannya.“Intinya mahasiswa itu dilihat bukan dari haknya, bukan dari privilege-nya, bukan dari akses pendidikan yang ia dapatkan, tapi soal luarannya, bagaimana kewajiban atau kesadaran dia soal menyelesaikan problem-problem di tengah masyarakat yang harusnya jadi identitas dari mahasiswa itu sendiri.”


Penulis: Tri Angga Kriswaningsih/ Bul
Editor: Juwita Wardah/ Bul