Kuliah Kerja Nyata Pengabdian Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) UGM menjadi salah satu mata kuliah yang wajib diambil oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada untuk mencapai kelulusan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, KKN UGM tahun 2020 dilaksanakan secara daring karena pandemi virus COVID-19. Pandemi yang terjadi mengharuskan pihak UGM melarang mahasiswanya untuk melakukan pertemuan atau berinteraksi secara langsung di lokasi pengabdian mereka. Hal ini mengharuskan mahasiswa yang melaksanakan KKN daring memaksimalkan teknologi yang ada untuk mencari informasi dan berinteraksi dengan warga lokal.
Pada 24 – 30 Agustus 2020 lalu, SKM UGM Bulaksumur mengadakan survei terhadap 137 mahasiswa UGM yang telah melaksanakan KKN daring guna mengetahui pendapat mereka terkait pelaksanaan kegiatan tersebut. Dari 137 mahasiswa, sebanyak 91,14% responden merupakan mahasiswa angkatan 2017, 4,38% merupakan mahasiswa angkatan 2016, dan 4,38% lainnya merupakan mahasiswa angkatan 2019. Semuanya memiliki berbagai pendapat terkait KKN daring yang berbeda-beda.

Pertama, responden diminta pendapatnya tentang komunikasi dalam pelaksanaan KKN daring. Komunikasi menjadi salah satu kunci utama agar kegiatan KKN memiliki hasil yang baik dan signifikan. Mahasiswa pelaksana KKN daring menjadikan media sosial sebagai alat komunikasi dengan daerah sasarannya. Menurut hasil survei, mayoritas mahasiswa responden menggunakan WhatsApp Messenger dengan persentase 99,14%. Sementara itu, 70,80% mahasiswa juga menggunakan aplikasi video conference (Google Meet, Cisco Webex, Zoom, dan lain-lain) karena media tersebut dirasa cukup efektif untuk berkomunikasi dengan masyarakat di lokasi KKN mereka. Selain media sosial, 20,44% mahasiswa tetap menggunakan telepon atau pesan singkat. Selain berkomunikasi dengan masyarakat di lokasi KKN, mahasiswa juga berkomunikasi dengan teman sekelompoknya secara daring. Walaupun media sosial dirasa cukup memudahkan untuk bekerja sama antaranggota unit, sebanyak 40,3% mahasiswa merasa kurang mengenal teman satu unitnya. Hal tersebut tentu saja juga memengaruhi kinerja mahasiswa secara berkelompok.

Terkait dengan pelayanan dari universitas, mahasiswa merasa pembekalan yang DPKM berikan sudah cukup memadai. Selain itu, sebanyak 43,1% mahasiswa memberikan pendapat bahwa DPKM telah memberi jawaban yang cukup solutif atas kesulitan mahasiswa dalam pelaksanaan KKN daring. Namun, fasilitas daring yang diberikan oleh DPKM UGM dirasa kurang membantu mahasiswa untuk memaksimalkan kegiatan KKN daring. Hal ini menunjukan bahwa pihak universitas tetap mampu memberikan bantuan dan pelayanan terkait pelaksanaan KKN daring meskipun masih merupakan kegiatan baru.

Berikutnya, mahasiswa diminta pendapat tentang pelaksanaan KKN terhadap hubungan intrapersonal mereka. Hubungan intrapersonal merujuk pada hubungan mahasiswa dengan pikiran dan perasaannya sendiri, seperti motivasi dan rasa percaya diri. Hasilnya, pelaksanaan KKN dari tempat tinggal tidak menghalangi fokus mayoritas mahasiswa terhadap pelaksanaan KKN. Namun, jika dibandingkan dengan pelaksanaan secara luring, 44,53% mahasiswa merasa bahwa KKN yang dilakukan secara daring ini kurang memberikan motivasi untuk melaksanakan program kerja KKN. Sebanyak 32,12% mahasiswa juga berpendapat bahwa pelaksanaan KKN secara daring membuat mereka kesulitan memahami persoalan di lokasi KKN dan untuk menjadi dekat dengan warga. Meski demikian, dengan keterbatasan yang ada, 40% mahasiswa merasa bahwa hasil dari program kerja mereka cukup memberi dampak bagi lokasi KKN.

Menurut pengalaman responden, kelebihan terbesar dari KKN secara daring ini adalah penghematan biaya yang dihasilkan. Selain itu, KKN daring juga memudahkan mahasiswa untuk mengerjakan program kerja dan membuat laporan. KKN daring juga dirasa lebih fleksibel karena dapat dikerjakan di rumah sambil mengerjakan hal lain. Sayangnya, KKN secara daring juga menghadapi beberapa masalah seperti, kesulitan berkomunikasi dengan warga di lokasi KKN sehingga sering muncul kesalahpahaman. Selain sulitnya berkomunikasi dengan warga, mahasiswa juga merasa sulit mengidentifikasi masalah di lokasi KKN, yang kemudian memengaruhi efektivitas program kegiatan. Ada pula pendapat bahwa mahasiswa terkendala internet dan teknologi, serta pendapat bahwa alur informasi dari pihak DPKM yang dirasa membingungkan. Selain itu, masih banyak mahasiswa yang merasa sulit berkoordinasi dengan anggota satu unit. Jika dapat ditarik kesimpulan dari berbagai kekurangan KKN daring, itu adalah bahwa mahasiswa merasa tujuan pemberdayaan masyarakat yang seharusnya menjadi intisari kegiatan KKN-PPM kurang tercapai. Hal ini dikarenakan mahasiswa merasa sulit berkomunikasi dengan anggota unit dan warga. Kesulitan berkomunikasi ini, ditambah akses sangat terbatas ke lokasi sasaran, membuat mahasiswa kesulitan menentukan program kerja efektif yang dapat memberi dampak pada lokasi sasaran mereka.
Pada riset ini, ada satu pendapat yang menyebutkan bahwa KKN daring ini dapat dikatakan sebagai KKN formalitas yang tidak memberikan pengalaman berarti bagi mahasiswa. Riset ini juga membuktikan bahwa jika diberi pilihan, sebanyak 86,8% mahasiswa responden akan memilih pelaksanaan KKN secara luring dibandingkan daring. Namun, banyaknya pengalaman mahasiswa yang bersifat positif terhadap KKN daring menunjukkan bahwa pendapat pertama tidak seratus persen benar.

Mungkin pelaksanaan KKN-PPM UGM secara daring yang telah berlangsung dua kali kemarin belum mencapai hasil maksimal. Hasil tersebut sebaiknya kita jadikan dorongan untuk melaksanakan pengabdian yang lebih baik lagi di masa depan. Kita dapat melakukan beberapa hal, seperti memberi masukan pada universitas untuk menyelenggarakan pengabdian secara daring yang lebih baik lagi. Kita juga dapat memanfaatkan pengalaman pengabdian yang sudah didapat untuk membantu sesama dengan cara kita sendiri yang lebih baik, dimulai dari lingkungan masing-masing.
Riset: Dimas S., M. H. Radifan
Interpretasi: Sekar Budi D.
Editor: Antari K.