Pandemi Covid-19 di Indonesia hingga kini masih menjadi permasalahan yang sangat serius karena banyak menimbulkan dampak buruk. Dampak dirasakan tidak hanya oleh warga biasa dan para pekerja, tetapi juga oleh anak bangsa yang sedang menempuh pendidikan, termasuk mahasiswa perguruan tinggi. Masalah mengenai pembayaran UKT merupakan salah satu dampak buruk dari pandemi bagi universitas. Mahasiswa merasa universitas perlu memberlakukan keringanan UKT bagi seluruh mahasiswa.
Permasalahan UKT ini sendiri juga dialami oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) yang harus mengubah kembali beberapa peraturan dan membuat kebijakan baru untuk menangani permasalahan UKT. Pihak UGM telah melakukan berbagai langkah untuk menindaklanjuti kegiatan perkuliahan mahasiswa serta berbagai peraturan di dalamnya sebagai bentuk menghadapi kegiatan pada era new normal yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pimpinan universitas sendiri telah melakukan beberapa pertemuan untuk membahas pembayaran UKT agar tidak memberatkan mahasiswa melihat situasi pandemi yang belum kunjung berakhir.
Supriyadi, Ph.D., M.Sc., CA., Ak. selaku Wakil Rektor Bidang Perencanaan Keuangan dan Sistem Informasi menuturkan bahwa kemungkinan akan ada banyak mahasiswa yang terdampak dalam hal finansial keluarga sehingga kemampuan mereka untuk melakukan pembayaran UKT akan berkurang. Pihak universitas melihat dari berbagai aspek mengenai langkah yang selanjutnya akan ditentukan untuk mengatasi masalah pembayaran UKT. Hal ini dikarenakan karena pandemi memang berdampak bagi semua warga UGM, tetapi dengan dampak yang berbeda-beda.
Salah satu aspek yang dilihat ialah keluarga dari mahasiswa UGM terdiri dari pegawai PNS dan non-PNS. Jika dilihat, para pegawai PNS masih mendapatkan gaji dari pemerintah di masa pandemi ini, oleh karena itu kondisi finansial terutama dari segi penghasilan pegawai PNS sendiri dirasa tidak terlalu terdampak dengan adanya pandemi saat ini. Sementara itu, keluarga wiraswasta cenderung mendapat dampak signifikan karena kehilangan banyak konsumen sehingga kemampuan ekonomi mereka ikut turun drastis. Selain itu, ada pula pegawai swasta yang mengalami pemotongan gaji hingga 50% dan yang paling parah ialah di-PHK.
Pemotongan UKT yang dilakukan secara merata dirasa tidak pas karena tidak semua keluarga mahasiswa terdampak. Ada keluarga mahasiswa yang memang kondisi ekonominya mampu untuk melakukan pembayaran UKT sehingga apabila dilakukan pemotongan UKT (misalnya sebesar 15%) pun tidak akan berdampak besar bagi mereka. Sedangkan bagi keluarga mahasiswa yang telah di-PHK dan mengalami penurunan konsumen untuk bisnis yang dijalankan serta kebangkrutan, pemotongan sebesar 15% terasa masih kurang membantu. Oleh karena itu, para rektor dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia beserta kementerian mengambil satu kesepakatan bahwa perguruan tinggi jelas akan memperhatikan dan memberikan keringanan UKT akibat dari pandemi ini, tetapi tentunya keringanan ini tidak dilakukan secara merata melainkan dengan melihat kondisi finansial keluarga mahasiswa masing-masing.
Keinginan mahasiswa mengenai keringanan UKT dapat dilakukan dengan cara melakukan pengajuan kepada kampus. Pengajuan itu selanjutnya akan dianalisis oleh fakultas. “Kami akan sangat memperhatikan dan akan memberikan pelayanan untuk bisa memfasilitasi berbagai hal termasuk keringanan UKT dengan cara mahasiswa dapat mengajukan permohonan keringanan UKT untuk kemudian dianalisis dan disetujui,” ujar Supriyadi mengenai kebijakan UGM dalam menangani permasalahan UKT di masa pandemi.
Pengajuan keringanan UKT telah ditindaklanjuti oleh pihak Direktorat Keuangan dengan menyediakan sistem melalui Simaster untuk mempermudah dalam hal pelayanan bagi mahasiswa yang terdampak dan membutuhkan keringanan UKT. Selain itu, UGM juga memperpanjang masa pembayaran UKT. Semua mahasiswa UGM diberikan hak untuk mengajukan keringanan UKT dengan cara memberikan bukti yang menunjukkan bahwa kemampuan ekonomi keluarga mahasiswa menurun akibat pandemi.
Perlu diketahui juga bahwa pengajuan keringanan UKT yang disediakan oleh pihak universitas berlaku bagi program S1, vokasi, dan pascasarjana. “Universitas sangat peduli dalam hal perubahan kemampuan ekonomi mahasiswa untuk melakukan pembayaran UKT dengan menyediakan berbagai fasilitas untuk memberikan keringanan dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi keluarga mahasiswa,” tutur Supriyadi.
Langkah lainnya yang dilakukan oleh pihak UGM adalah melakukan kerjasama dengan salah satu bank, yaitu BNI Syariah. Kerjasama ini merupakan inisiatif pihak UGM yang dilakukan untuk mempermudah mahasiswa yang memang ingin melakukan pembayaran UKT dengan cara mencicil. Mekanisme kerjasama yang dilakukan ialah dengan mencicil pembayaran UKT dengan membayarkannya kepada pihak BNI Syariah. “Mahasiswa dapat mencicil pembayaran UKT dengan fasilitas kartu kredit dan dibayarkan kepada BNI Syariah dengan maksimal pembayaran tiga bulan dan bunga cicilan nol persen,” ujar Syaiful Ali selaku Direktur Keuangan Universitas Gadjah Mada. Sementara untuk kerjasama dengan bank lain, pihak Direktorat Keuangan mengungkapkan bahwa hal itu masih dalam proses. Kerjasama yang dilakukan dengan pihak bank ini sangat mendukung mahasiswa UGM agar bisa mengatasi masalah pembayaran UKT di masa pandemi ini. Cicilan yang dilakukan oleh pihak UGM ini juga merupakan rekomendasi yang tercantum pada salah satu poin cicilan yang ada pada Permendikbud No.25 Tahun 2020 tentang standar biaya operasional perguruan tinggi.
Penulis: Rizka Azzahra Natasha/Bul
Penyunting: Rafie Mohammad/Bul