Kuliah Online Beserta Keluhan dan Overthinking yang Menyertainya

Ilus:Syifa/Bul

Sudah sebulan lebih sistem kuliah daring atau online diterapkan sebagai salah satu langkah pencegahan penyebaran COVID-19 di antara civitas academica. Berbagai online platform digunakan untuk menunjang kegiatan perkuliahan agar tetap bisa berjalan efektif meski dosen dan mahasiswanya berada di tempat yang jauh satu sama lain.

Perkuliahan yang dilaksanakan secara daring ini, menyebabkan beberapa dosen untuk mengalihkan kegiatan pemberian materi kuliah mereka menjadi tugas atau semacam presentasi online. Pemberian tugas semacam ini tentu mengundang berbagai reaksi keluh kesah dari satu atau dua kalangan mahasiswa. Mulai dari keluhan jumlah tugas yang terasa menjadi dua kali lipat, kuota internet cepat habis dan koneksi yang tidak stabil, sampai kuliah online merupakan kesempatan bagi dosen untuk memberikan banyak tugas tanpa harus mengajar pun disampaikan.

Tentu saja, keluhan tersebut datang dari sebagian kalangan mahasiswa saja. Karena ada juga mahasiswa yang berpendapat bahwa kuliah online bukan berarti kesempatan dosen memberi banyak tugas, tetapi kesempatan bagi kita untuk menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah—tetap dengan tugas-tugas tentunya. Saya sendiri merasa lebih condong ke pendapat kedua ini. Lagipula, di mana pun kita berada, banyak atau sedikit, mengerjakan tugas perkuliahan merupakan kewajiban kita sebagai mahasiswa?

Bukanlah suatu masalah ketika mahasiswa mengkritisi tugas yang diberikan oleh dosen dalam perkuliahan. Sudah sangat wajar apabila dosen selalu membuka ruang untuk negosiasi, sehingga mahasiswa tidak perlu ragu untuk bernegosiasi apabila terbebani dengan tugas di waktu yang sudah berat ini. Pihak universitas melalui surat edaran dari rektor juga, telah menyatakan bahwa sistem kuliah online dilakukan dengan tidak memberatkan mahasiswa1. Hal ini kemudian dipertegas dengan surat edaran dari dekan beberapa fakultas, misalnya di FIB setiap perkuliahannya tidak diperkenankan memberikan tugas terlalu banyak2 atau Fisipol yang melarang pertemuan kelas lebih dari satu kali per minggu untuk setiap mata kuliah3. Sehingga, surat edaran inilah yang bisa dijadikan mahasiswa sebagai modal untuk bernegosiasi dengan dosen jika memberi tugas yang terlalu memberatkan.

Oleh karena itu, agaknya kurang tepat apabila sampai ada mahasiswa yang menyalahkan dosen, terutama di media sosial—sebuah tempat di mana orang-orang mendapat kebebasan berbicara dan orang lain dapat dengan mudah merasa empati terhadap satu cuitan yang ditulis—tentang tugas yang mereka dapatkan.

Dosen pun tentunya pasti memikirkan dengan matang mana cara pemberian materi yang lebih baik, strategi kuliah apa yang tepat, ataupun tugas apa yang sebaiknya diberikan. Belum lagi, dosen juga harus adaptasi dengan berbagai media yang digunakan dalam kuliah daring, Webex atau Zoom misalnya. Karena harus kita ingat juga bahwa tidak semua dosen terbiasa dengan kecanggihan teknologi seperti halnya mahasiswa, beberapa di antara mereka banyak yang sudah sepuh sehingga belum tentu bisa dengan mudah menggunakan media tersebut. Disinilah kemudian, beban dosen sebenarnya lebih banyak—terutama dosen merupakan pihak yang harus memberi nilai pada semua pekerjaan mahasiswa termasuk menghadapi sikap mahasiswa yang sering kali acuh ketika perkuliahan daring berlangsung.

Maka dari itu, alih-alih mengeluh dan menyalahkan dosen, bukannya lebih baik kita sebagai mahasiswa untuk membuka laptop lantas diam mengerjakan tugas yang diberikan?

Walaupun begitu, kalau aku kepikiran terus dan cuma pingin sambat melulu itu kenapa dong, kak?

Itu namanya overthinking. Kamu terlalu banyak pikiran. Sistem kuliah daring serta kondisi yang mengharuskan untuk tetap berada di dalam rumah memang rawan sekali untuk membuat kita-kita overthinking.  Bagi sebagian orang, overthinking menjadi hal yang kerap dirasakan—terutama bagi mereka yang memiliki gangguan kecemasan.

Ketika overthinking, kita sering kepikiran banyak hal, bahkan hingga terlalu banyak dan terlalu dalam serta berlebihan. Mungkin kita sempat berpikir; Bagaimana jika nilai semester ini hancur? Mengapa tidak pernah bisa paham dengan materi yang disampaikan? Bagaimana jika orang lain terus belajar dan produktif sementara aku hanya bermalas-malasan terus? Kapan pandemi ini akan berakhir? Dan bagaimana jika tidak akan terus berlanjut sampai semester depan?

Ya… mau bagaimana lagi.

Semua itu wajar bagi sebagian orang. Bagi saya sendiri yang tidak bisa bertemu secara langsung dengan teman dan hanya bisa berdiam diri sepanjang hari di rumah akan terasa sangat menjemukkan. Setiap hari melakukan rutinitas yang sama, berulang-ulang. Pikiran seperti itu pasti muncul setidaknya satu atau dua kali—bahkan sebelum masa isolasi sekalipun.

Maka dari itudi situasi seperti sekarang ini, cobalah sekali-kali tenangkan diri dan melaksanakan segala sesuatu—termasuk kuliah daring tentu saja—dengan perasaan yang lebih enjoy. Hubungi teman-teman dekat, ajak ngobrol mulai dari hal-hal yang receh hingga diskusi mengenai topik perkuliahan. Bisa juga dengan mencari hobi atau mengasah skill baru, bikin dalgona coffee tanpa mixer misalnya. Selain itu, yang tak kalah penting adalah coba kurangi kebiasaan mengeluh dan menyalahkan orang lain atas kondisi yang dialami.

Stay safe! 

Penulis : Seftyana Aulia Khairunisa/Bul
Editor : Muhammad Ridho Affandi/Bul

Catatan Kaki

1. Surat Edaran Rektor UGM. No. 1690/UN1.P.I/SET-R/KR/2020. Tgl. 23 Maret 2020.  “Kebijakan Proses Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan dalam Rangka Pembatasan Maksimal Kegiatan di Kampus pada Masa Tanggap Darurat Covid-19,” Poin D (2b) tentang “Target Capaian Pembelajaran.”

2. Surat Edaran Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM. No. 1688/UN1.FIB/Sek.Dek./2020. Tgl 24 Maret 2020. “Tentang Kegiatan Akademik dalam Rangka Pembatasan Maksimal-Kegiatan di Kampus pada Masa Tanggap Darurat Covid-19,” Poin A (1) tentang “Pelaksanaan Work From Home (WfH).”

3. Surat Edaran Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM. No. 2069/J01.SP/ADM-5/IV/2020. Tgl. 4 April 2020. “Pelaksanaan Kuliah Pasca UTS pada Masa Tanggap Darurat Covid-19,” Poin 3 tentang “Penyelenggaraan Perkuliahan dan Pertemuan Kelas.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here