Memimpin perusahaan tentunya bukan perkara mudah, apalagi memimpin perusahaan skala besar seperti Microsoft. Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi, Microsoft dituntut untuk selalu melakukan inovasi agar tidak tertinggal oleh perkembangan perusahaan lain seperti Google, Apple, dan lain-lain. Selain itu, banyak permasalahan internal yang harus ditangani oleh Satya Nadella, penulis Hit Refresh, selama menjabat menjadi CEO dari Microsoft. Dalam buku Hit Refreshini, Satya menceritakan mengenai perjalanannya dalam pencarian jawaban. Selain itu, ia juga bercerita tentang perenungan untuk menemukan sumbangsih apa yang bisa diberikan kepada Microsoft untuk kemudian menemukan kembali jiwa dari Microsoft itu sendiri.
Perjalanan Satya dimulai dengan ditemukannya fakta bahwa budaya perusahaan telah berubah menjadi politis dan terkotak-kotak. Kemudian Satya memutuskan bahwa tugas utama pertamanya adalah untuk mengubah budaya perusahaan yang sekarang dengan mulai mengedepankan nilai empati. Satya kemudian membawa seorang psikolog dan mengumpulkan timnya dalam sebuah rapat untuk menceritakan tentang kehidupan pribadi mereka masing-masing dengan tujuan agar lebih mengenal satu sama lain. Satya percaya bahwa pekerjaan harus memiliki makna yang lebih mendalam, bahwa sebuah tim harus dipimpin dengan empati lalu membangun Microsoft dengan nilai-nilai tersebut.
Lalu Satya mulai menceritakan kehidupan masa kecilnya yang tumbuh di India, keluarganya, kecintaannya terhadap permainan kriket, lalu pindah ke Amerika Serikat, bekerja di Sun sebelum pindah ke Microsoft, dan pengalamannya sebagai ayah saat anaknya terkena penyakit cerebral palsy. Pada bagian ini Satya sebagai seorang manusia biasa, bukan CEO Microsoft, menekankan pada nilai-nilai yang dia percayai dengan berfokus kepada pemberdayaan, empati, keterbukaan, dan kejujuran. Dapat dilihat bahwa Satya adalah seorang pemimpin yang lembut dan menginginkan kesuksesan bagi semua anggota timnya.
Namun seperti perusahaan pada umumnya, Microsoft tentunya pernah memiliki masa sulit. Pada saat itu Microsoft mulai tertinggal dari perusahaan-perusahaan lain seperti Google dan Apple dalam inovasi teknologi. Sehingga akhirnya Satya menjalin sebuah kesepakatan dengan perusahaan ‘musuh’ tersebut untuk menjamin kelangsungan Microsoft. Satya kemudian memakai nilai yang dipegangnya dan membangun Cloud dan AI untuk pemberdayaan manusia.
Satya dapat dikatakan berbeda dengan pemimpin – pemimpin Microsoft sebelumnya. Satya memimpin dengan hati, mengedepankan aspek-aspek kemanusiaan, seperti empati, pemberdayaan manusia, transparansi, dan kejujuran. Pertanyaan – pertanyaan seperti:
“Mengapa aku ada?”
“Mengapa institusi kita ada?”
“Apa tugas perusahaan multinasional di dunia?”
“Apakah peran pemimpin perusahaan teknologi global dalam memajukan umat manusia?”
membuat Satya mengubah peran Microsoft menjadi perusahaan global yang berfokus pada pemberdayaan manusia. Teknologi terbarunya, AI, dipercaya oleh Satya dapat membantu memajukan dan memberdayakan manusia.
Alih-alih membahas perkembangan teknologi, buku ini lebih menceritakan tentang perjalanan Satya Nadella dalam menemukan jiwa baru Microsoft dan kemudian mengubahnya menjadi suatu perusahaan dengan tujuan yang baru. Meskipun tetap ada porsi mengenai teknologi, khususnya pada empat bab terakhir mengenai Cloud dan AI, secara garis besar buku ini tidak akan menyulitkan pembaca umum yang awam mengenai teknologi, coding, dan semacamnya.
Buku ini dapat dijadikan inspirasi untuk menjadi seorang pemimpin yang baik karena mengajarkan nilai-nilai empati dan kemanusiaan yang terkadang hilang atau terlupakan. Buku ini mengajarkan bahwa tujuan kita dapat berjalan beriringan dengan nilai-nilai yang kita pegang dan memberikan kita sedikit insight tentang apa yang terjadi di dalam Microsoft.
Penulis : Anisah Nur Shafiyah/Bul
Penyunting : Nabila Rana Syifa/Bul
Penerbit :Penerbit Bentang