Pada awal pemberlakuannya di tahun 2009 silam, portal kendaraan telah menuai beragam kontra. Bahkan, pemasangan portal yang diikuti penutupan sejumlah jalur di bagian timur Universitas Gadjah Mada ikut pula menggiring opini publik pada sebuah pertanyaan. Sebagai universitas kerakyatan, apakah UGM berkeinginan memisahkan diri dari rakyat? Bantahan terhadap opini tersebut datang langsung dari Suryo Baskoro selaku Kepala Hubungan Masyarakat dan Protokol UGM pada masa itu. Dilansir dari portal berita Kompas, kebijakan pemberlakuan portal dipicu oleh beberapa sebab. Salah satunya adalah meningkatnya potensi ancaman terhadap keamanan dan keselamatan warga kampus. Maka, pemberlakuan sistem portal kendaraan merupakan sebuah solusi nyata dari pihak bersangkutan demi kenyamanan warga kampus.
Namun, dalam praktiknya, alih-alih menjadi solusi, kebijakan tersebut malah menghadirkan masalah baru. Antrean panjang kendaraan ketika hendak memasuki portal menjadi hal yang mengurangi akurasi waktu bagi para mahasiswa yang mengikuti sesi pertama perkuliahan. Begitu pula bagi mahasiswa yang mengakhiri perkuliahan pada sore hari, antrean panjang menjadi pengantar setia mereka menuju rumah ataupun indekos. Permasalahan seputar pemberlakuan portal kendaraan seakan tidak kunjung usai. Menanggapi hal tersebut, SKM Bulaksumur melakukan survei terhadap 274 orang mahasiswa dari 19 fakultas yang dipilih secara acak.
Pemberlakuan portal kendaraan di lingkungan kampus tentu saja memiliki fungsi dan tujuan. Berdasarkan hasil survei, sebanyak 80% responden mengaku telah memahami fungsi dan tujuan itu. Sedangkan, sebanyak 20% responden mengungkapkan hal yang sebaliknya. Data tersebut menyimpulkan bahwa para mahasiswa telah memahami fungsi dan tujuan pemberlakuan portal kendaraan. Menilik sejarah pemberlakuannya, pihak pengambil kebijakan menjelaskan bahwa program tersebut merupakan upaya menyortir kendaraan yang memasuki lingkungan kampus, menertibkan arus lalu lintas, dan mewujudkan UGM sebagai kampus hijau dan sehat (educopolis). Berkenaan dengan hal itu, dapat disimpulkan pula bahwa sasaran dari program portal kendaraan adalah warga kampus. Hal yang dipertanyakan selanjutnya adalah, apakah program tersebut sudah tepat sasaran? Sebanyak 78% responden menyatakan bahwa program pemberlakuan portal kendaraan belum mengenai sasaran secara tepat. Sementara 22% responden menyatakan bahwa program tersebut telah tepat sasaran. Dari data itu dapat diinterpretasikan bahwa program portal kendaraan belum mengenai sasaran secara tepat.
Melesetnya sasaran pemberlakuan portal sejalan dengan jaminan keamanan bagi kendaraan bermotor milik civitas academica yang tidak mampu didapatkan oleh keseluruhan mahasiswa. Jaminan keamanan bagi kendaraan bermotor hanya mampu dirasakan oleh 27% responden. Sedangkan, sebanyak 73% responden merasa tidak mendapatkan jaminan tersebut. Padahal, seperti yang telah dijelaskan di paragraf awal, kebijakan portal dipicu oleh semakin tingginya potensi ancaman kriminalitas terhadap kendaraan warga kampus. Akan tetapi, pada kenyataannya, hasil survei menghadirkan fakta lain. Dalam pemberlakuannya, portal kendaraan masih sangat jauh untuk diartikan sebagai solusi dalam meredam potensi kriminalitas terhadap kendaraan milik civitas academica.
Permasalahan portal kendaraan tidak berhenti pada lingkup tujuan, fungsi, serta target sasaran. Selanjutnya, ketidakkonsistenan dalam praktek pemberlakuan portal menjadi hal yang cukup disorot dalam penelitian ini. Perbandingan mencolok dihadirkan dari 90% responden yang berpendapat bahwa pelaksanaan sistem portal belum diterapkan secara konsisten. Hanya 10% responden yang menyatakan bahwa sisterm itu telah diterapkan secara konsisten. Kejanggalan dalam pelaksanaan sistem portal kendaraan dibuktikan pula oleh 91% responden yang menyatakan bahwa mereka pernah keluar-masuk portal tanpa menunjukkan identitas kendaraan atau identitas diri. Sedangkan 9% responden tidak pernah mengalami hal tersebut. Fakta-fakta itu mengungkapkan bahwa prosedur yang telah ditetapkan ketika hendak melewati portal tidak diterapkan secara tegas di lapangan.
Ternyata, dalam bertahun-tahun pemberlakuan portal kendaraan di UGM, belum mampu mencapai fungsi dan tujuannya secara maksimal. Selain itu, ketidakkonsistenan sistem portal dan ketidaktegasan aturan di dalamnya ikut pula menyoroti profesionalitas para petugas di lapangan. Problem tidak berkesudahan ini menunjukkan bahwa ada kekeliruan yang perlu dibenahi dengan segera, baik berupa evaluasi ataupun pemberian ruang suara bagi para mahasiswa sebagai pihak yang dirugikan atas kemacetan di sepanjang jalan memasuki portal. Bagaimanapun, sesuatu yang diberlakukan untuk khalayak umum, seharusnya melibatkan hak-hak mereka dalam berpendapat. Jika pemberlakuan sistem portal kendaraan di UGM yang digadang-gadang mampu memberi kenyamanan dan keamanan bagi warga kampus masih belum dapat dirasakan manfaatnya, maka ada dan tidaknya apa bedanya?
Referensi:
https://regional.kompas.com/read/2009/08/24/18030343/pemasangan.portal.di.ugm.demi.keamanan
Riset: Reza A, Rafie M
Interpretasi: Tri M Ameliya
Editor: Sesty A
Grafis: Ateng/Bul