Menulis sejarah apapun, termasuk seni rupa, tidaklah sederhana. Salah satunya karena terdapat banyak alur dan versi. Soal versi ini tidak bisa dilepaskan dari relasi kuasa. Siapa yang menang dan siapa yang dikalahkan. Dalam banyak kasus, sejarah menjadi milik para pemenang. Di titik inilah, sejarah dan kekuasaan ibarat dua mata uang logam yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Karena itu, keberadaannya harus selalu digugat dan dipertanyakan.
Itulah sepenggal ucapan yang dituliskan Lisistrata Lusandiana – atau biasa dipanggil Mbak Lisis – selaku Direktur Festival Arsip IVAA “Kuasa Ingatan” dalam press release yang dibagikan kepada para media malam itu. Tulisan itulah yang menjadi pernyataan mengenai alasan pemilihan konsep dan tema besar Festival Arsip yang rencananya akan diadakan 19 September hingga 1 Oktober di PKKH UGM dan Gedung Pusat Universitas Sanata Dharma.
Pemilihan venue PKKH pun bukanlah tanpa alasan. Para tokoh di IVAA seperti sudah memiliki kedekatan hubungan dengan teman-teman dari PKKH, sebagai teman ‘mikir bareng’ semenjak Festival Arsip masih hanya sebatas gagasan belaka.
Memang Festival Arsip ini baru diadakan pertama kali sejak berdirinya IVAA yang sudah 22 tahun berkiprah di dunia pengarsipan, namun pengonsepannya sungguh matang dan epik. Menjelajahi Ruang Pamer PKKH, berbagai arsip dalam berbagai wujud – seperti arsip film layar tancap zaman 80an, karya sastra lawas, kaset pita band-band Indonesia yang bisa dikatakan sudah legenda, hingga board game edukatif yang mengandung makna-makna tersirat dalam permainannya – ditampilkan dan ditata dalam display yang menarik perhatian. Beberapa diantaranya pun bukan hanya berfungsi sebagai pajangan, namun juga menjadi objek pameran yang atraktif dan mampu ‘dimainkan’ oleh pengunjung.
IVAA yang dulunya bernama Yayasan Seni Cemeti memang telah lama mengumpulkan dan mengkurasi ratusan arsip dan mendigitalisasinya sehingga mereka mampu memamerkan berbagai arsip mereka dalam Festival Arsip ini. Selain arsip milik pribadi, IVAA juga menggandeng berbagai seniman guna mendukung acara ini seperti Lab Laba Labam Uma Gumma, Bambang “Toko” Witjaksono, PR Seni, LARAS, dan seniman lainnya.
Ketika ditanya mengenai pesan yang ingin disampaikan melalui Festival Arsip kepada publik masyarakat, Mbak Lisis menjawab bahwa banyak pesan yang ingin ia sampaikan kepada publik. “Pesannya nggak tunggal sih, karena banyak hal. Saya pinginnya ketika publik datang ke sini itu mampu memahami kemudian mengartikulasikan dengan bahasanya sendiri, apapun itu. Jadi datang, nikmati, alami, mari berinteraksi, mari belajar, pasti ada sesuatu.”
Penulis: Adika Faris