Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan, Prof Dr Ir Djagal Wiseso Marseno M Agr melarang kegiatan mobilisasi mahasiswa baru (Maba) di semester satu. Djagal menegaskan satu-satunya kegiatan orientasi kampus hanyalah PPSMB (Pelatihan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru). Hal ini juga tertera di Surat Edaran Kegiatan bernomor 4953/UNI.P.I/DKM/PKM/KM/2017. Namun, mahasiswa masih mencari cara agar kegiatan internal program studi (Prodi) dapat dilaksanakan.
Surat Edaran itu bertanggal 15 Agustus 2017. Djagal menjelaskan, Surat Edaran tersebut untuk mencegah kegiatan-kegiatan yang tidak terstruktur dan tidak terkontrol oleh pihak fakultas maupun rektorat. “Nanti kalau ada apa-apa larinya ke lembaga. Contohnya, di UII (Universitas Islam Indonesia, –red) kemarin itu sampai sekarang kasusnya belum selesai, bolak-balik dipanggil polisi, mahasiswanya maupun pengurusnya,” jelas Djagal.
Perlu digarisbawahi bahwa mobilisasi Maba bukannya sama sekali tidak diperbolehkan. Kegiatan tersebut masih bisa dilaksanakan setelah semester satu. Namun, kata Djagal, setiap kegiatan tetap harus ada izin. Bahkan izin dari kepala Prodi saja tidaklah cukup. Izin harus dikeluarkan oleh pihak fakultas. “Prodi itu harus manut pada departemen. Pemilik Prodi itu, kan, departemen. Jadi, Prodi harus izin ke departemen, lalu departemen minta izin ke fakultas,” tutur Djagal. Pemberian izin nantinya tergantung dari tujuan acaranya. Contohnya, jikalau kegiatannya berupa pengenalan Prodi atau departemen, izin dapat dikeluarkan. Intinya, menurut Djagal, tidak boleh ada kekerasan fisik. “Sudah kunolah kekerasan fisik. Sekarang itu kekerasan intelektual, daya juang tinggi,” jelasnya.
Alasan pihak rektorat mengatur pelaksanaan kegiatan Maba, yang baru boleh dilaksanakan setelah semester satu adalah untuk kebutuhan proses adaptasi Maba itu sendiri. “Jadi kegiatan yang sifatnya dikoordinir oleh mahasiswa itu jangan sampai menyita waktu si Maba yang masih baru di kampus. Kan, mereka butuh konsentrasi dulu buat belajar. Butuh adaptasi di Yogya. Jangan direcoki dulu sama mobilisasi ke Kaliurang, ke Pantai Samas sampai menginap dua malam,” jelas Djagal.
Menurut Djagal, pihak rektorat kerap menerima laporan dari beberapa orang tua mahasiswa bahwa anaknya dibentak, diintimidasi, dan digiring ke arah kelompok tertentu. “Itu kan nggak bagus, ya. Tujuan mereka di sini kan kuliah, mencari ilmu, bukan untuk di-bully, didoktrinasi,” kata Djagal.
Senada dengan Djagal, Budi Guntoro S Pt M Sc PhD selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Fakultas Peternakan memastikan bahwa di Fakultas Peternakan tidak ada kegiatan lain selain PPSMB yang memobilisasi mahasiswa baru. Namun, Budi menyampaikan bahwa ia masih bisa memberikan izin apabila acaranya di dalam kampus dan tidak untuk mobilisasi. “Sebenarnya di sini kuncinya mobilisasi. Silakan kalau di dalam kampus. Saya juga ingin melihat tujuannya apa. Kalau untuk pengenalan organisasi, silakan. Lagi pula kalau di dalam kampus saya bisa memberi sambutan,” kata Budi. Lain halnya jika Maba sendiri yang ingin mengadakan acara bersama. Menurut Budi, hal itu bisa dilaksanakan asal sesuai prosedur.
“Yang penting tidak ada kegiatan yang dikendalikan oleh senior dan pemaksaan mobilisasi pada Maba,” lanjut Budi.
Akibat dari Surat Edaran ini, mahasiswa menggunakan beberapa cara untuk tetap melaksanakan kegiatan orientasi. Salah satunya dengan tidak menjelaskan secara rinci isi kegiatan yang akan dilaksanakan. “Kami mengadakan Ospek Prodi dengan kedok lain,” ujar Sholahudin Al Ayubi (Sastra Indonesia ’16), ketua Ospek Prodi Sastra Indonesia 2017. Sholahudin menjelaskan bahwa yang dilaporkan ke Kepala Prodi hanyalah kegiatan-kegiatan yang di dalam kampus. Sedangkan, kegiatan di luar kampus tidak dimasukkan ke dalam proposal. Hal tersebut dilakukan panitia Ospek setelah mendapatkan saran dari panitia tahun lalu. Pasalnya, panitia tahun lalu mengajukan izin dan ditolak, sehingga panitia tahun ini memilih untuk tidak mengajukan izin.
Alasan Sholahudin dan kawan-kawan melakukan hal tersebut karena menganggap kegiatan Ospek Prodi sangat penting untuk dilaksanakan. Menurutnya, salah satu cara yang efektif dalam pengenalan Prodi dan keakraban antarmahasiswa adalah kegiatan Ospek.
“Kalaupun dari pihak lain berkelit bahwa PPSMB sudah cukup, tapi itu masih terlalu luas untuk lebih mengenal Prodi,” tambahnya.
Ia berujar bahwa kegiatan di luar kampus yang tidak diketahui Kaprodi sah-sah saja dilaksanakan asalkan tidak menyalahi aturan fakultas maupun universitas dan tidak ada unsur kekerasan di dalamnya.
Cerita lain datang dari Prodi Pariwisata. Panitia Ospek di Prodi ini menyesuaikan dengan peraturan yang ada. Meskipun, di awal-awal pengonsepannya, mereka ingin mengadakan berbagai kegiatan dalam suatu rangkaian yang ditutup dengan sebuah malam keakraban (Makrab). “Sebelum liburan semester kami sudah ketemu Kaprodi meski belum bawa proposal, baru draft-nya. Tapi langsung ditolak, terutama di bagian Makrabnya,” ungkap Baby Fortuna (Pariwisata ’16), selaku steering committee (SC) panitia Ospek Prodi Pariwisata. Setelah mendapatkan penolakan, mereka menghilangkan Makrab di rangkaian acara dan penutupannya dilaksanakan di kampus. Rencana itu akhirnya berubah lagi setelah adanya Surat Edaran yang melarang mobilisasi Maba. Mereka memastikan kembali kegiatan yang tercantum di proposal tidak ada unsur kekerasan. Meski begitu, proposal yang diajukan mesti mengalami revisi berkali-kali untuk bisa menemui titik temu dengan pihak Prodi.
Baby mengaku revisi berkali-kali itu tak lantas membuat izin dikeluarkan. Pihak Prodi masih meminta panitia untuk konsultasi ke Dekan. “Dekan mengizinkan,” ujarnya, “namun, Kaprodi tetap tidak mengizinkan dan baru mau mengizinkan di semester depan.” Menemui kebuntuan itu, SC, dibantu Ketua Himpunan Mahasiswa Pariwisata (HIMAPA) bertemu Kaprodi dan Dekan. Akhirnya, izin didapatkan dengan syarat kegiatannya harus di dalam kampus.
Beda cerita Ospek antara Prodi Sastra Indonesia dan Pariwisata yang sama-sama berada di Fakultas Ilmu Budaya menunjukkan kelemahan dari Surat Edaran Wakil Rektor. Perbedaan pengawasan Ospek ternyata tidak hanya terjadi antarfakultas saja, akan tetapi antarprodi di fakultas yang sama pun berbeda. Hal ini ditengarai karena kurang tegasnya tindakan yang akan diambil bila terdapat pelanggaran terhadap Surat Edaran Wakil Rektor tersebut.
Djagal menjelaskan, Prodi yang tetap melaksanakan Ospek Prodi akan mendapatkan sanksi sosial. Maksudnya, “kalau ada apa-apa tanggung sendiri,” ujar Djagal. Kebijakan semacam ini, menurut Djagal, sanksinya biasanya tidak tertulis. “Tergantung dosanya. Kita fleksibel,” tambah Djagal.
Untuk mencegah adanya kegiatan orientasi selain PPSMB, tiap-tiap fakultas atau Prodi memiliki caranya masing-masing. Budi memilih untuk sering pulang lebih malam dari kampus agar ia dapat memantau kegiatan-kegiatan yang berlangsung di Fakultas Peternakan. Sedangkan untuk kemungkinan adanya mobilisasi Maba di luar kampus, Budi mengandalkan orang tua mahasiswa. “Kalau ada mobilisasi Maba di luar kampus, pasti ada orang tua yang lapor ke pihak fakultas,” tutur Budi.
Maba pun ikut bersuara tentang Surat Edaran Wakil Rektor. Muhammad Ihsan Abdul Fatah Nasrulloh (Pariwisata ’17) menyatakan bahwa kegiatan Ospek Prodi penting untuk diikuti. Pasalnya, kegiatan tersebut membantu para Maba untuk lebih mengenal Prodinya masing-masing. “Hukumnya sunah muakad kali ya… ,” kata Ihsan. Selain itu, ia juga ingin mengadakan Ospek Prodi ketika sudah menjadi kakak tingkat setahun lagi.
Terkait mobilisasi Maba, menurut Ihsan, itu tergantung tujuan dari kegiatannya. Apabila mobilisasi tersebut berdampak pada kepentingan mahasiswa, maka boleh-boleh saja dilakukan. “Tapi kalau untuk protes pada hal yang sebetulnya lebih banyak negatifnya, buat apa?” cetusnya.
Penulis: Anisa Sawu, Agnes Vidita, Ihsan Nur R, Nada Celesta, & Andira P/Bul
Penyunting: Hadafi Farisa R & Aify Zulfa