Suatu ketika, saya pernah menonton sebuah episode dari serial Ultimate Spider-Man yang menceritakan tentang monster listrik bernama Electro yang meneror New York dengan mengancam akan memadamkan seisi kota jika warga New York tidak memberikan seluruh uang kepadanya. Akibatnya, seluruh kota menjadi gelap gulita. Tidak ada siaran televisi, radio, maupun internet. Salah satu teman Spider-Man, White Tiger, mengeluh karena tidak bisa mengakses situs e-learning. Sementara Nova, teman Spider-Man yang lain, juga tidak bisa memainkan game online kesukaannya.
Inti yang bisa diambil dari kisah di atas adalah bahwa pengguna internet di dunia, terutama di Indonesia, semakin meningkat dari waktu ke waktu. Ya, itu adalah sebuah fakta, karena sekarang semuanya serba mengandalkan internet. Fenomena belanja online, pesan hotel online, sampai ojek online pun sudah merajalela di masyarakat. Menurut survei yang dimuat dalam situs Internet Live Stats (2016), jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 53.236.719 jiwa, atau setara dengan 20,4% populasi penduduk Indonesia secara keseluruhan yang mencapai 260.581.100 jiwa. Jumlah tersebut mungkin saja termasuk Presiden Jokowi yang baru-baru ini menggegerkan Youtube dengan vlog hariannya bersama raja Arab. (Ehem!)
Pengguna internet Indonesia yang membludak bukanlah suatu fenomena yang perlu dicemaskan. Saya sebagai pengguna internet toh merasa terbantu dengan banyaknya jasa online. Faktanya, setelah internet merasuk ke dalam perilaku manusia sehari-hari, disiplin ilmu seperti psikologi mulai berkembang juga mengikuti kaidah zaman. Inilah yang disebut Connoly, dkk. (2011) sebagai cyberpsychology; suatu cabang dari psikologi yang mengkaji bagaimana kita berinteraksi dengan sesama menggunakan teknologi, khususnya internet. Sejumlah bahasan dalam cyberpsychology meluas pada konsep identitas sosial di dunia maya, bagaimana emosi dan gender mempengaruhi penggunaan emoji, hingga dampak dari sisi gelap dunia maya.
Wow, menarik, bukan? Serius, saya bisa membahas tentang ini berjam-jam!
Di UGM, penambahan cyberpsychology sebagai mata kuliah pilihan menuai manfaat yang dirasakan oleh sejumlah mahasiswa. Tabita (Psikologi ’15) berpendapat bahwa Psikologi Internet mengajarkan cara menindaklanjuti kemungkinan buruk yang terjadi di internet. “Ada orang-orang yang menggunakan internet dengan bijak, tapi ada juga orang-orang yang menggunakan internet untuk menjebak orang lain,” tuturnya. Berkaitan dengan pengaruh internet di kehidupan manusia, pentingnya mempelajari cyberpsychology dipengaruhi oleh kebiasaan dan perilaku manusia. Excel (Psikologi ‘15) mengaku tertarik mempelajari cyberpsychology karena baginya di dunia maya terdapat banyak fenomena unik yang bisa langsung diamati. “Di internet semuanya bebas berbicara tanpa takut ada hukuman secara langsung dari orang lain,” paparnya. “Saya juga suka mengamati perilaku orang, gitu. Tetapi kalo di dunia maya, saya tinggal duduk di tempat, browsing misalnya mencari orang bertengkar, tinggal buka forum lintas agama atau lintas keyakinan, di situ akan ada pertengkaran, dan saya bisa mengamati dinamikanya secara langsung.” Di sisi lain, Hanif (Psikologi ’15) menganggap belajar Psikologi Internet berkaitan dengan perubahan perilaku. “Jelas (belajar Psikologi Internet) penting banget, karena di internet, perilaku orang udah berubah, gitu, lho. Dengan belajar Psikologi Internet, kita bisa mengantisipasi hal-hal yang kira-kira buruk yang bisa mempengaruhi kita di internet,” ujarnya.
Berkenaan dengan maraknya berita hoax dan konflik negeri yang sempat menjadi pembicaraan sehari-hari, tentulah cyberpsychology memiliki andil penting. Keluaran yang diharapkan mahasiswa berbeda-beda setelah mereka lulus mata kuliah ini. “Biar bisa memberi tahu mana yang bener, mana yang salah,” jelas Tabita. “Yang penting bisa menggunakan ilmu itu, dan juga bisa ngasih tahu ke teman-teman yang lain juga, dan ke keluarga, soalnya keluarga kan tahu sendiri, ada yang langsung share tapi nggak bener kontennya.” Kemudian, Excel, seorang pengguna socmed aktif, menjelaskan tentang pentingnya menanggulangi berita hoax demi persatuan dan kesatuan bangsa. “Saya ingin membuat resolusi untuk konflik-konflik di Indonesia itu melalui internet juga, seperti yang kita lihat bahwa di Facebook itu gelombang intoleransi sangat besar akhir-akhir ini, dan menurut saya, kita seakan-akan bisa terbawa atau mengalihkan ke hal yang lain, gitu. Menurut saya kalau terus dibiarkan, hal ini bisa menjadi suatu hal yang akan secara perlahan menggerogoti toleransi kita.” Sama seperti Excel, Hanif juga aktif di sosial media. Baginya, semakin berkembangnya teknologi mengharuskan manusia menyesuaikan diri. “Mungkin aku bakal mengutip dosen (Bu Neila), bahwa smartphone itu juga harus dipakai oleh smart user. Artinya, semakin berkembangnya teknologi, kita harusnya juga semakin pintar dalam memakainya. Menurutku kembali ke diri kita masing-masing. Semakin kita memiliki landasan ilmu sebelum kita terjun ke internet, kita bisa memilah dan memilih secara bijak,” tutur Hanif.
Kesimpulannya, dapat digarisbawahi bahwa mengenal cyberpsychology sendiri adalah suatu batu loncatan untuk meyakinkan manusia di bumi, bahwa psikologi bukan hanya ilmu yang ‘hobinya ngajak curcol’ atau ‘suka baca pikiran,’ tetapi juga sebuah cabang ilmu yang meluas ke semua sisi kehidupan masyarakat dan terus berkembang mengikuti perubahan zaman. Spesifiknya merujuk pada era teknologi sekarang ini, di mana internet menjadi kebutuhan dasar manusia. Inti cyberpsychology adalah mengajarkan manusia untuk menjadi ras yang kuat dalam mengantisipasi dobrakan teknologi sejak munculnya internet. Selama 72 tahun kemerdekaannya, Indonesia telah menyaksikan buah tangan teknologi ini terinternalisasi dalam darah anak bangsa. Tidak perlu takut, kok! Analogikan saja seperti kata Master Sun Tzu, “Kenali dirimu, kenali musuhmu, dan kenali medan tempurmu.” Bedanya, teknologi bisa menjadi musuh maupun rekan dalam peperangan, tinggal bagaimana kita menguasai medan tempur, lalu mencari strategi paling efektif untuk menghadapi perkembangan teknologi dari waktu ke waktu.
Referensi
- http://www.internetlivestats.com/internet-users/indonesia/
- http://www.internetlivestats.com/internet-users-by-country/
- Connoly, I., Palmer, M., Barton, H., & Kirwan, G. (2011). An introduction to cyberpsychology. New York: Routledge.
Oleh: Neraca Cinta Dzilhaq/Bul
Penyunting: Hanum Nareswari