Dua organisasi mahasiswa tingkat universitas yang mulai kehilangan wewenangnya.
Hampir sebulan lamanya BEM dan Senat KM UGM mendiskusikan langkah yang akan mereka ambil: menarik diri atau tetap bertahan di kepanitiaan PPSMB (Pelatihan Pembelajaran Sukses bagi Mahasiswa Baru) Palapa UGM 2016. Mereka melihat beragam kemungkinan. Tentu saja tentang dampak yang akan terjadi bila mereka angkat kaki. Hingga akhirnya, dan sebagian besar mahasiswa UGM pun tahu, mereka memilih untuk mundur.
Ada nada kelelahan dari Aldia Rakanza (Ilmu Hukum ’13), ketua Senat KM UGM, yang biasa dipanggil Alan, saat menceritakan hal tersebut.
BEM dan Senat berharap bisa menaikkan posisi tawar mereka di hadapan rektorat, ketika menarik diri dari kepanitiaan PPSMB. Mereka ingin bersikap lebih tegas. Sebab mereka pikir dampaknya akan sama saja, antara tetap bertahan atau mundur. Mereka tetap tak akan leluasa dalam hal pengaruh di PPSMB. Atas pertimbangan itulah mereka menarik diri.
Keputusan tersebut memang harus diputuskan secara bersama-sama oleh dua organisasi itu. BEM dan Senat memang kerap bekerja sama dalam berbagai kegiatan, seperti Pemilihan Raya Mahasiswa, Kongres KM UGM, dan juga bersama-sama mengesahkan UU PPSMB 2016.
“Jadi nggak bisa Ali (ketua BEM KM) doang yang mau mundur atau saya doang yang bilang mau mundur,” kata Alan.
Sikap itu diperjelas pada hari Selasa, 24 Mei 2016. BEM KM, dengan mengatasnamakan KM UGM, menyatakan sikap tentang PPSMB 2016. Mereka “menarik seluruh Steering Commite (SC) atau Panitia Pengarah dari keseluruhan rangkaian kegiatan PPSMB 2016”. Saat itu juga disebut, dengan pergantian penamaan dari SC menjadi TKTM (Tim Koordinator Teknis Mahasiswa) terlihat jelas bahwa “ada reduksi atau bahkan pengerdilan peran mahasiswa”.
Walaupun, Gita Prasulistiyono Putra (Manajemen ’14), Ketua Panitia PPSMB 2016, menceritakan hal yang berbeda. Ia berujar bahwa tidak adanya SC di kepanitiaan PPSMB tahun ini bukan karena dihilangkan, melainkan SC sendiri yang mengundurkan diri.
“Karena ada konflik (antara BEM-Senat dan rektorat), akhirnya SC mengundurkan diri, gitu. Jadi bukan karena SC dihapuskan,” begitu kata Tio, sapaan akrabnya.
Direktorat Kemahasiswaan juga punya suara yang berbeda. Dr. Drs. Senawi, M.P., selaku Direktur Kemahasiswaan UGM, menolak pernyataan bahwa pihak rektorat sedang ingin menghambat atau mengerdilkan pergerakan mahasiswa. Ia beralasan, dari semua jumlah panitia PPSMB yang terdiri dari mahasiswa, dosen, dan karyawan, jumlah mahasiswa menjadi yang paling banyak. Bahkan menurutnya, PPSMB tahun ini malah meningkatkan derajat dan martabat mahasiswa. Karena, mahasiswa menjadi narasumber saat acara di dalam kelas. Tidak hanya dari segi jumlah, mahasiswa juga masih terlibat dalam penyusunan konsep.
“Makanya harus diverifikasi. Yang tidak terlibat dalam pengonsepan itu mahasiswa atau BEM?” Senawi balik bertanya pada saya.
Saat polemik ini semakin memuncak, BEM mengungkapkan bahwa, pada dasarnya, PPSMB ini berawal dari jerih payah mahasiswa. Ketika pihak rektorat belum mampu menyelenggarakan kegiatan penyambutan mahasiswa baru, BEM menginisiasi kegiatan Forum Mahasiswa Muda Gadjah Mada (FM2GM). Barulah pada tahun 2012, menurut BEM, FM2GM bertransformasi menjadi PPSMB Palapa UGM.
Hal seirama juga disampaikan oleh Alan. “Gini lho, PPSMB ini ada pertama kali kapan sih? PPSMB Univ nih pertama kali yang godok mahasiswa lho. Terus giliran PPSMB-nya udah bagus, udah mulai tersistem, hal tersebut justru tidak diperbolehkan (adanya SC).”
Senawi, lagi-lagi, membantah hal itu. “Lha itu kan hanya pendapat, hanya opini,” jawab Senawi dengan santai. Menurut dia, memang ada kesan bahwa seolah-seolah PPSMB itu adalah kegiatan mahasiswa. Ia ingin meluruskan hal tersebut. Ia memberi pernyataan dengan tegas: PPSMB adalah kegiatan universitas, program bagian dari kurikulum. Sebab dalam pelaksanaannya, ketua umumnya langsung dari Wakil Rektor Bidang Akademik. Sedangkan operasionalnya dari Direktorat Kemahasiswaan.
Karena ini program universitas, kata Senawi, maka ia ingin mengajak dan melihat semua organisasi yang berada di UGM terlibat. Semua harus merasa memiliki.
“Jadi bukan monopoli organisasi tertentu. Kita ingin mengajak semua berpartisipasi menyambut mahasiswa baru. Apa nggak lebih baik?”
Pihak rektorat juga tidak khawatir saat mendengar bahwa BEM dan Senat menarik diri dari kegiatan PPSMB. Alasannya, kata Senawi, masih banyak organisasi-organisasi lain yang bisa ikut andil. “Ya nggak masalah. Wong kita punya 54 UKM. Kalau hanya 2 itu (BEM dan Senat) yang nggak datang ya nggak masalah toh? Ya tetap jalan toh? Masa 52 yang lain nggak bisa.” Gampangnya, Senawi mencoba memberikan ilustrasi, saat suatu keluarga punya sebuah acara, kadang-kadang ada seorang kakak atau adik yang tidak bisa hadir. Hal tersebut tidak menjadi masalah. “Itu cuma kecil. Apalagi ini 54 ukm. Jadi nggak usah dibesar-besarkan bro,” jelas Senawi.

Senawi kemudian juga mengajak mahasiswa menilai sendiri keputusan yang diambil BEM KM terkait PPSMB. Sebab, toh semua mahasiswa punya hak untuk bersuara, lalu menentukan sikap. “Mengapa kok ini (BEM dan Senat) tidak mendukung program universitas?” Senawi bertanya. “Anda sendiri yang menilai. Mahasiswa sendiri yang menilai.”
Dari pernyataan-pernyataan Senawi tersebut, terlihat bahwa pihak rektorat tidak terlalu ambil pusing dengan mundurnya BEM dan Senat dari kepanitiaan PPSMB. Harapan BEM dan Senat untuk menaikkan posisi tawar mereka di mata rektorat menjadi sebuah tanda tanya. Menurut Alan, hal ini disebabkan oleh ketidakjelasan status student goverment di UGM. Salah satu contohnya, rektorat menerbitkan SK SM KM UGM yang di dalamnya tercantum wewenang yang dapat dilakukan oleh Senat. Salah satu wewenang itu, kata Alan, adalah membuat undang-undang. Untuk membuat undang-undang tidak sehari jadi. Karena perlu adanya riset hingga rapat berkali-kali. Setelah disahkan lalu ditunjukkan ke Direktorat Kemahasiswaan, jawabannya: “Mas, ngapain buat UU mas?” Alan menirukan tanggapan dari pihak Dirmawa.
“Bapak Ibu (pejabat rektorat) maunya gimana. Bapak Ibu aja nggak menganggap, yaudah bubarin aja student goverment, saya malah setuju. Daripada ini saya dikasih status sebagai student goverment tapi saya nggak boleh ngapa-ngapain,” Alan melanjutkan ceritanya dengan beberapa harapan. Ia hanya ingin semua diperjelas, agar ia dapat mengerjakan sesuatu yang lebih konkret.
Di lain gedung, di salah satu ruangan Balairung sayap Barat, Senawi malah mempertanyakan organisasi mahasiswa yang membikin UU sendiri. Ia berkata bahwa model yang seperti itu saat ini sudah tidak dipergunakan lagi. “Dulu memang ada definisi bahwa organisasi mahasiswa itu dari, oleh, dan untuk mahasiswa. Mereka membuat UU sendiri. Tapi itu zaman dulu bro. Sekarang, organisasi mahasiswa adalah bagian dari proses pendidikan.”
Sayangnya, Ali tidak mau memberikan pernyataan tentang pertimbangan-pertimbangan yang mendetail terkait mundurnya BEM dari urusan PPSMB, juga tujuan yang ingin dicapai. Ia hanya mempersilahkan saya melihat kembali rilis sikap KM UGM, yang sebagian isinya sudah saya ceritakan di awal tulisan. Ia juga belum menanggapi sikap Senawi yang tak acuh terhadap sikap BEM.
Alan, secara pribadi, memang menyadari bahwa UU PPSMB yang ia dan teman-temannya buat tidak mempunyai posisi yang kuat. Latar belakangnya sebagai mahasiswa Ilmu Hukum cukup membantu untuk melihat hal itu. Setelah mempelajari, membandingkan, antara isi dari AD/ART Senat dengan SK Rektor, ia akhirnya menyadari ada beberapa kelemahan. Ada hal-hal yang tidak sesuai. Ia juga sedikit menyesal karena belum mempelajari hal tersebut saat awal-awal menjadi pengurus Senat.
Lebih jauh, Alan juga bercerita bahwa sampai sekarang, ia tidak menemukan risalah dari UU yang dihasilkan oleh Senat selama empat sampai lima tahun terakhir. Pengertian dari risalah, mudahnya, ialah alasan-alasan yang mendasari terbentuknya suatu pasal. Contoh, apa risalah dari pasal 33 UUD 1945? Apa yang ditemukan Bung Hatta sehingga ia berhasil merumuskan pasal tersebut yang kemudian menjadi dasar perekonomian Indonesia? Kalau dalam ranah UU PPSMB: apa yang mendasari komposisi SC terdiri dari 1 orang perwakilan dari tiap fakultas, 1 orang dari Vokasi, dan 1 orang dari BEM KM?
Akan tetapi, Alan melihat masalah ini memiliki sisi positifnya juga. Senat, menurutnya, bisa mulai fokus memperbaiki beberapa kelemahan yang ada, seperti berusaha memperkuat posisi UU yang mereka buat. Risalah dari berbagai pasal juga perlu untuk diperjelas. Alan dan kawan-kawannya sudah memulai itu. Mereka mulai mencatat semua risalah sidang, paripurna, pleno, dan berbagai kegiatan lain. Dengan harapan, agar generasi-generasi Senat selanjutnya tidak kebingungan.
Ribut-ribut soal PPSMB tidak hanya terjadi pada masa persiapan. Saat lapangan Grha Sabha Pramana (GSP) kembali menjadi tempat parkir mobil, bukan lagi tempat bergumulnya para mahasiswa baru dan panitia, BEM KM dan Panitia PPSMB beradu argumen. Keributan itu berkaitan dengan tidak hadirnya Ali di upacara penutupan PPSMB untuk memberikan orasi, seperti ketua-ketua BEM sebelumnya. Yang hadir menjadi pembicara waktu itu adalah Alwan Hafizh, mahasiswa berprestasi UGM 2016.
Suasana semakin riuh setelah Tio menyatakan bahwa panitia PPSMB sudah menawarkan kesempatan pada Ali untuk berorasi. Namun, menurut Tio, Ali tidak berkenan. Bersamaan dengan pernyataan tersebut, Tio juga mengunggah dua rekaman pembicaraan saat perwakilan panitia PPSMB menawarkan Ali untuk berorasi.
Tio melakukan hal itu untuk merespon tulisan dari seorang bernama M. N. Dzaki. Di tulisan itu, Dzaki bercerita bahwa Ali tidak diberi kesempatan oleh panitia PPSMB untuk berbicara di depan ribuan mahasiswa baru. Kedua pernyataan tersebut adalah beberapa hal yang memicu perbincangan yang simpang siur. Apalagi, dengan berdasar pada dua informasi tersebut, beberapa mahasiswa ikut mengomentarinya di jagat media sosial. Perbincangan itu, pada akhirnya, menyerupai obrolan gosip di jalanan.
Awalnya, Tio tidak berpikir untuk merespon tulisan dari Dzaki. Tapi ketika teman-temannya sesama panitia mendesak dirinya untuk bersuara, akhirnya ia melakukannya.
Saya mengonfirmasi langsung kepada Ali terkait masalah tersebut. Apakah benar panitia PPSMB tidak memberikan kesempatan padanya untuk berorasi? Ia menjawab, “Tanggal 2 Juni silam perwakilan panitia (PPSMB) datang menemui saya dan menyampaikan bahwa dalam PPSMB Palapa tahun ini Presma tidak diberi kesempatan untuk orasi, melainkan hanya divideokan saja. Tentu saya menolak jika sekadar divideokan.”
Ali juga berkata, bahwa simpang siurnya isu ini hanya akan terjawab bila rekaman percakapannya dengan perwakilan panitia PPSMB pada tanggal 2 juni diunggah secara lengkap. Menurutnya, rekaman pertama yang diunggah oleh Tio, dipotong di bagian awal.
Tio menyangkal pernyataan Ali. Menurutnya, sama sekali tak ada bagian yang dihilangkan dari rekaman itu. “Perlu diluruskan lagi, kita tidak memotong apapun,” katanya. Tapi, Tio juga mengakui, perwakilan panitia PPSMB yang bertemu Ali tidak merekam pembicaraan sedari awal. Rekaman itu baru dimulai di tengah-tengah obrolan. Karena, mereka tidak menduga masalah ini akan terjadi. Padahal Tio juga sudah mewanti-wanti untuk merekam pembicaraan dari awal.
Tio juga bercerita, bahwa sejatinya panitia dosen PPSMB sudah tidak mau menghadirkan ketua BEM KM. Tapi Tio dan teman-temannya tetap berusaha membujuk mereka, agar Ali tetap bisa hadir. Akhirnya, panitia dosen mau. Dengan catatan, Ali harus mematuhi TOR (Terms of Reference) yang dibuat oleh panitia.
“Hampir 2 atau 3 hari kita dedikasikan khusus mikirin cara agar Ali bisa orasi. Tapi tiba-tiba ada pernyataan: kok nggak dikasih kesempatan? Kan kita sakit hati,” seperti itulah kata Tio saat berbincang dengan saya di pojok ruang selasar FEB.
Selain masalah orasi, dalam tulisannya, Tio juga menyampaikan bahwa BEM KM tidak mau mengirimkan profil lembaga mereka untuk dimasukkan ke dalam publikasi panitia PPSMB. Menanggapi hal ini, Ali beralasan bahwa panitia PPSMB meminta bahan tersebut beberapa hari setelah ia tidak diberi kesempatan untuk berorasi. “Sehingga, ketidaksediaan saya untuk mengumpulkan profil lembaga, merupakan ekspresi protes saya ketika tidak diberi kesempatan untuk berorasi,” ujar Ali.
Tio memang mengakui bahwa permintaan profil lembaga dilakukan setelah Ali tidak mau tampil di penutupan PPSMB. Akan tetapi Tio malah heran dengan sikap Ali yang seperti itu. Sebab kekecewaan, menurutnya, tidak bisa dijadikan alasan untuk menolak hal yang sifatnya profesional atau kelembagaan. “Beda lho antara individu dan instansi. Profil lembaga itu kan instansi, orasi itu individu.” Tio kemudian juga berkata bahwa Senat mau mengirimkan profil lembaga mereka. Sedangkan untuk yang BEM KM, panitia PPSMB harus mencarinya sendiri. Sebab mereka tetap membutuhkan itu, sebagai materi untuk memperkenalkan BEM KM kepada mahasiswa baru.
Ingar-bingar itu kini mereda, setidaknya bila dilihat dari permukaan. Meskipun, saat ditanya tentang kejelasan peran dan kewenangan BEM-Senat di UGM, Senawi tidak memberikan jawaban yang jelas. Di akhir-akhir perbincangan, Senawi hanya mengatakan bahwa semua UKM harus berjalan sesuai ruang lingkupnya masing-masing. Misalnya, UKM olahraga fokus ngurusi olahraga. Kesenian mengurusi rupa-rupa seni. “Lha sekarang pertanyaanya, BEM urusannya apa? Masa mereka sendiri nggak bisa merumuskan?” tanya Senawi.
Hingga hari ini, ketidakpastian status dua organisasi ini masih belum menemui jawaban.
Oleh: Dandy Idwal Muad/Bul
Penyunting: Mutia Fauzia